Wednesday, March 26, 2008

Tips Recovery

Lima Tips Sederhana untuk Proses Pemulihan yang lebih baik, dikutip dari Training4cyclist.com.

  1. Drink water
    60% of your body weight is water, so there is buffer system to cover water loss during training. Nevertheless this water loss has a huge impact on your performance and must be replaced as soon as possible. Plain water is under normal circumstances adequate for rehydration, since solid food replaces the electrolytes lost during exercise. Thus, if you eat properly, you do not need to take any supplements to make it up for the electrolytes. Under very hot conditions it is though necessary to replace electrolytes as well as the lost water.
  2. Eat carbohydrates
    Blood glucose concentration regulates the secretion of insulin, which works as an anabolic steroid for you after training. Thus, we are interested in eating carbohydrates to stimulate the secretion of insulin and get all the benefits of this naturally hormone. Insulin promotes the uptake of glucose from blood into cells (advanced version will come later), stimulates the synthesis of glycogen and promotes synthesis of muscle proteins.
  3. Eat proteins
    This is not an advice I will keep for strength lifters and body builders only. Muscles cells are built of proteins and they are broken down during training. Endurance athletes also need proteins immediately after training to recover from their effort. Just like carbohydrates, proteins stimulate secretion of insulin, which help building up the muscle again.
  4. Change clothes
    Get some dry clothes on immediately after training or competition. You can easily get a cold if you do not change clothes. And do it before you start to freeze, please. I have seen it a lot of times, when people are chatting after a race. Exactly that moment is one of the easiest moments to get ill. It is a very frequent mistake that happens again and again. Please do not do that mistake.
  5. Cool down
    Take a short ride in small gears. It helps your muscles to recover from hard intervals or races. Removal of lactate and other metabolits is enhanced when you do light exercise. Depending on your overall fitness, I will recommend you do a 5-20 minutes ride after each training session.

Latihan Recovery

Foto: Internet

Bagaimana menjaga tubuh agar tetap bugar setelah bersepeda jarak jauh? Puspita Mustika Adya dan digabung dari pelbagai sumber memberi resepnya.

Pernah merasa nyeri pada otot setelah bersepeda jarah jauh? Jika pernah berarti Anda tidak menerapkan aturan recovery (pemulihan) secara baik. Recovery dinilai perlu buat penghobi maupun seorang atlet. Untuk sekelas atlet rata-rata sudah memahami metode recovery dan manfaatnya. Mereka umumnya melakukan sebuah latihan recovery atau latihan ringan. Tapi bagaimana bila pertanyaan itu kita ajukan pada seorang penghobi? Jawabannya pasti beragam. Ada yang paham manfaat dan latihannya, ada juga yang tidak mengerti sama sekali.

Puspita Mustika Adya, Mantan Pembalap dan Pelatih Timnas Balap Sepeda Indonesia menuturkan manfaatnya. Menurutnya, latihan recovery berguna membakar sisa pembakaran dalam tubuh, yang disebut asam laktat. Unsur ini muncul setelah pesepeda menggowes sepeda sampai “capek” hingga membakar lemak dalam tubuh. Sisa pembakaran itu bila tidak dibuang secara menyeluruh dapat menyumbat aliran darah tubuh. Efeknya, bagian tubuh yang tersumbat tadi akan terasa nyeri dan pegal.

Sementara artikel bertajuk Recovery for Long Distance Cyclist, ditulis oleh Ed Burke, Ph.D. dan John Hughes, dimuat di situs ultracycling.com, menguatkan, selagi kita bersepeda otot akan menegang dan kemudian timbul rasa sakit. Kita bisa mengurangi gejala itu melalui stretching (peregangan) setelah maupun sesudah bersepeda. Stretching setelah bersepeda bermanfaat membantu menghilangkan sisa pembuangan dan mempercepat pengisian ulang asupan nutrisi segera ke otot.

Bagaimana kalau Anda “ngeyel” tidak merenggangkan otot pasca latihan atau bersepeda touring? Bersiaplah merasakan nyeri di otot dan siapkan uang untuk memanggil tukang pijat langganan Anda ke rumah. Karena menurut Dr.Edmund R.Burke, Ph.D, Kordinator Ilmuwan Olahraga Balap Sepeda Amerika Serikat (AS) pada Olimpiade 1996, recovery dengan pemijatan juga dapat menolong otot yang menegang. Dan ini merupakan alternatif lain recovery.

Namun, kalau Anda tipe orang yang kurang menyukai pemijatan, dan termasuk kategori orang berkantong “tipis”, Puspita Mustika Adya, serta digabung dari pelbagai sumber akan memberi resep latihan recovery.

Di atas sepeda

Pesepeda cenderung memakai kekuatan kaki, maka fokus latihan juga berada di bagian itu. Tapi tentu dengan tidak mengabaikan bagian lain. Buat seorang atlet, ia sudah memahami latihan ringan itu. Jika tidak memasuki training camp, atlet bisa berlatih sendiri. Caranya latihannya terdengar sederhana, namun mempunyai manfaat besar. Keluarkan sepeda dari garasi, tempatkan rantai di gear 39 pada bagian depan, dan 17 di gear belakang (buat sepeda road). Untuk sepeda gunung (mountain bike), set di medium, dengan komposisi gear 32-17.

Menambah suasana hati, goweslah kereta angin yang telah diset itu ke daerah segar nan indah. Nikmati perjalanan. Ingat latihan ini jangan dipatok pada kecepatan dan tenaga yang berlebih. Genjotlah sepeda secara rileks, putar crank perlahan-lahan, jika ada teman, ngobrol-lah. Perihal jalur sepeda disarankan memilih yang flat (datar). Kalau Anda bertemu tanjakan, sebaiknya dihindari, jangan diteruskan. Jika dilakukan, itu bukan latihan recovery. Karena Anda akan merasa lelah lagi dan membuat jantung berdetak cepat. “Detakan jantung mengikuti kadar aktivitas Anda. Makin bertenaga Anda menggenjot sepeda, makin cepat detakan jantung. Hal ini harus dihindari,” ujar Puspita.

Kondisi jantung harus terus dalam kondisi normal saat latihan recovery. Puspita mengungkapkan, tujuan kita latihan menggenjot sepeda secara santai, mengurangi ketegangan pada otot yang telah kita paksa bekerja pada waktu lama. Jantung pun demikian. Sebelumnya jantung kita push berdetak cepat selama beberapa hari-- jika mengikuti lomba tour--, dan beberapa jam-- jika kita jelajah dalam jarak yang jauh--. Oleh karena itu, supaya jantung tidak “soak”, maka kita imbangi dengan latihan seperti yang telah disebutkan di atas.

Lamanya waktu latihan recovery tergantung jarak bersepeda Anda. Kalau pas touring Anda menempuh jarak sejauh 60-80 kilometer, berarti besoknya Anda boleh bersepeda 20-30 kilometer dengan komposisi gear ringan, tanpa beban di otot dan jantung. Kecepatan maksimal buat sepeda road tidak boleh melebihi 30 kilometer/jam. Sama halnya dengan sepeda gunung, goweslah di medan road, namun jangan dengan sepeda downhill, tapi dengan sepeda cross-country, biar Anda tidak berat menggenjotnya.

Setelah selesai, istirahat yang cukup. Minum cairan yang dapat mengganti ion tubuh. Minuman olahraga seperti ini sudah banyak yang beredar di pasaran. Puspita menyarankan, minumlah dalam keadaan sejuk. Kemudian Anda bisa mengisi perut dengan makanan yang mengandung karbohidrat, protein bahkan lemak. Komposisinya; 65-70 persen kalori dari karbohidrat, 15 persen protein dan 15-20 persen berlemak.

Tanpa Sepeda

Latihan tanpa sepeda? Caranya? Ya, dengan perenggangan otot. Ada beberapa cara perenggangan yang direkomendasikan dari pakar olahraga dan kesehatan. Di bawah ini beberapa perenggangan otot untuk pesepeda yang direkomendasikan oleh Alan Bragman, Penasihat Kesehatan dari Bicycling Magazine. Alat bantu yang dibutuhkan hanya sebuah tali dari bahan nylon yang lembut, panjangnya kira-kira 8 kaki dan berdiameter ½ inch.

Hamstring Stretch

Sandarkan punggung Anda di lantai. Lilitkan sebuah tali di telapak kaki atau di tengah kaki kiri Anda. Sementara kaki kanan menekuk. Tarik ke atas kaki kiri Anda dengan tangan. Kembalikan kaki kiri kamu ke lantai. Lakukan ulang dengan kaki lainnya.

Quadriceps Stretch

Masih dalam posisi berbaring di lantai. Latihan ini membawa kedua lutut menuju ke dada. Pegang kaki kiri dan engkel memakai tangan kiri. Begitu juga dengan tangan kanan memegang engkel kaki kanan. Mulai dengan posisi mendorong kaki kanan sehingga lutut mendekati dada dan ulangi sebanyak 12-15 kali. Kemudian lakukan lagi dengan kaki kiri.

Lower Back Stretch

Duduk dengan lutut menekuk, kaki lebar, telapak kaki datar dan lurus ke depan. Kedua tangan memegang kaki. Guna mempererat otot yang berhubungan dengan perut, dagu menyentuh ke dada selagi menyandarkan. Tarik angkel. Duduk dan ulangi 12-15 kali.

Soleus stretch

Tekuk lutut kaki Anda sedikitnya 90 derajat dan pegang ujung telapak kaki dengan kedua tangan. Lalu tarik telapak kaki ke arah tubuh. Mulai hitung 12-15 kali, kemudian lakukan lagi dengan kaki kiri.

Achilles tendon strecth

Sama dengan soleus strech tapi tumit melawan pantat.

Latihan: Jangan Sekedar ke Kantor atau Sekolah

Foto: Internet

Latihan anaerobic bisa dilakukan saat bike to work atau bike to school.

Seorang pesepeda, berusia 20 tahun, dengan santainya menggowes sepeda kesayangannya di arena balap sepeda. Pertama-tama dia dapat menggenjot sepeda berkecepatan sedang. Kemudian selang berapa lama, sepeda itu bergerak sangat pelan. Padahal ketika sepeda itu dibawa dalam kecepatan sedang, si pesepeda ini ingin mengembangkan kecepatannya ke tahap yang lebih tinggi. Namun, berangsur-angsur daya tahan tubuhnya melemah, merembet ke kekuatan kaki, hingga mengakibatkan tenaga untuk memutar crank-nya pun terkena imbasnya, jadi ikut-ikutan loyo.

Dari segi umur, pemuda ini tergolong muda. Apalagi dia rutin bike to school, empat kali selama seminggu. Jarak tempuh dari rumah ke kampusnya pun tidak dekat, sekitar 25 kilometer. Yang menjadi pertanyaannya dia adalah bagaimana cara mempertahankan kecepatan bersepeda? Latihan seperti apa yang diperlukan? Apakah dengan rutin bersepeda empat kali seminggu, masih kurang cukup?

Pertanyaan si pesepeda ini pernah ditujukan kepada Puspita Mustika Adya, Mantan Pembalap dan Pelatih Tim Nasional Indonesia. Puspita menjawab, kecepatan yang langsung menurun setelah melakukan sprint (menggenjot sepeda sekencang-kencangnya) atau kecepatan maksimal pasti akan terjadi. Penyebabnya karena penggunaan energi yang tidak memerlukan oksigen atau lasim, biasa disebut anaerobic. Lawannya adalah aerobic (latihan yang menggunakan penarikan nafas disela-sela latihan), kecepatan merata kurang lebih antara 50-70 persen kecepatan maksimal. Tiap orang berbeda kapasitas aerobic dan anaerobic-nya.

Untuk mempertahankan kecepatan, Puspita mengatakan, sebaiknya konstan dengan kecepatan yang sedang. Jangan membuat akselerasi kecepatan di waktu menggenjot sepeda. Latihan menggenjot sepeda yang rutin dilakukan empat kali selama seminggu dinilai cukup untuk melatih daya tahan aerobic. Sekarang tinggal melatih anaerobic-nya. Caranya dengan latihan interval.

Program latihan itu adalah menggowes “kereta angin” dengan melewati jarak tertentu. Misalnya menempuh jarak 500 meter dengan kecepetan maksimal 4 kali dalam satu seri. Dalam seminggu, jika Anda empat kali mengenjot sepeda ke kampus, luangkan satu harinya untuk melahap jarak 500 meter dengan sprint. Jarak tempuh rumah ke kampus 25 kilometer. Berarti, ambil 1 kilometer-nya buat sprint. Jarak ini dibagi menjadi dua seri. Setiap seri Anda diberi rekomendasi waktu istirahat 15 menit, setelah itu sprint lagi. Kerjakan latihan ini seminggu sekali dan tingkatkan intensitasnya menjadi 3 seri dua minggu kemudian.

Perihal teknis, jika Anda menggunakan jenis sepeda gunung (umumnya jenis cross country-XC), pilihlah rasio gir medium: 38/36/32T untuk bagian depan dan 15/17T bagian belakang. Medannya, sebaiknya dipilih jalan datar dulu, baru merembet ke jalan yang sedikit menanjak, hingga akhirnya bisa ke rute pegunungan. Tekuni dan lakukan secara rutin, Anda juga akan menjadi tangguh di medan off road.

Tanpa Astana dan Contador di TdF

Tanpa Tim Astana. Tanpa juara bertahan Alberto Contador (25). Tampaknya penggemar olahraga balap sepeda jalan raya terbesar di dunia Tour de France (TdF), sudah harus melupakan kedua nama itu. Diwartakan Agence France Press (AFP), Kamis, 20 Maret 2008 waktu setempat, tim yang menaungi Contador itu tidak diikutsertakan panitia.

Amaury Sport Organisation (ASO) selaku penyelenggara TdF 2008 tetap mencoret Tim Astana karena keterlibatannya dalam skandal doping dua tahun belakangan ini. Sebagai gantinya, panitia mengundang tiga tim dari divisi dua (continental pro) guna melengkapi 20 tim yang bakal bertanding 5 Juli nanti. Ketiga tim itu adalah Agritubel (Perancis), Slipstream (Amerika Serikat) dan Barloworld (Inggris Raya).

“Saya percaya ini adalah tim terbaik di dunia,” ujar Direktur Tour, Christian Prudhomme, yang juga menegaskan tidak akan menerima Astana.

Pengundangan tiga tim itu bukan tanpa alasan. Prudhomme tetap mempertahankan pilihannya kepada Tim Barloworld karena tim ini hadir di kejuaraan tahun lalu. Hasil yang diperolehnya adalah dua kemenangan etape dan pemegang king of the mountain jersey (raja tanjakan).

Sementara Agritubel dipilih karena adanya pembalap ternama, Christophe Moreu, juara nasional Perancis 2007. Slipstrem diundang karena filosofi timnya yang anti doping.

20 Tim di Tour de France:

Quick Step (Bel), Silence - Lotto (Bel), Team CSC (Den), Caisse d'Epargne (Spa), Euskatel - Euskadi (Spa), Saunier Duval - Scott (Spa), Bouygues Telecom (Fra), Credit Agricole (Fra), Cofidis Credit Par Telephone (Fra), Francaise Des Jeux (Fra), Ag2R - La Mondiale (Fra), Agritubel (Fra), Gerolsteiner (Ger), Team Milram (Ger), Barloworld (GBr), Lampre (Ita), Liquigas (Ita), Rabobank (Ned), High Road (USA), Slipstream Chipotle (USA)

Tenaga Cancellara Berbuah Juara

Fabian Cancellara menang di one day race (lomba satu hari). Dari Milano menuju Sanremo, menempuh jarak 298 kilometer, pembalap Swiss ini mengungguli Fillipo Pozzato (Liquigas), Phillippe Gilbert (Francaise des Jeux) dan Juara Paris Nice 2008, Davide Rebellin (Gerolsteiner). Dengan rata-rata kecepatan 41,142 kilometer perjam, berlangsung di Italia, 22 Maret 2008, Cancellara menyelesaikan lomba dengan catatan waktu 7 jam 14 menit 35 detik. “Saya memulai lomba sebagai seorang favorit,” ujar road racer Tim CSC ini, dikutip dari cyclingnews.com.

Penentuan juara terlihat di 2000 meter menjelang finish, di sepanjang jalan Liguiran menuju Sanremo. Peleton terdepan, sekitar 15 pembalap sudah terbentuk sebelumnya. Di antara 15 pembalap itu terdapat Fabian Cancellara, Fillipo Pozzato, Phillipe Gilbert, David Rebelline, Mirco Lorenzetto (Lampre), Anthony Geslin (Bouygeus Telecom), Oscar Freire Gomez (Rabobank), Inigo Landaluze (Euskaltel-Euskadi), Thor Hushovd (Credit Agricole) dan Rinaldo Nocentini (AG2R La Mondiale).

Rebelline dan Pozzato sempat memisahkan diri dan memimpin grup terdepan itu. Tapi tidak beberapa lama, grup kembali menyatu. Setelah sebuah usaha yang dilakukan Landaluze juga tidak menemukan hasil bagus, saat itulah Cancellara menunjukan aksi superiornya. Juara Dunia Time Trial 2007 ini mengeluarkan seluruh tenaganya dan garis finisnya pun ia lindas. Ia meninggalkan Pozzato dan Gilbert yang memimpin peleton depan dengan selisih waktu 4 detik.

“Orang-orang memikirkan apa aku bisa melakukan sesuatu. Terlebih disana ada tanjakan dan ada juga buat sprint. Balapan ini benar-benar penuh tekanan. Tapi saya tetap tenang dan memenangkannya,” ujar pembalap kelahiran Swiss, 18 Maret 1981 itu.

Hasil Bagus Barel dan Gracia

Cedric Gracia (29) dan Fabien Barel (27) sukses dengan sepeda barunya. Dalam balapan downhill Sant Andreau de la Barca, di Barcelona, Spanyol, 9 Maret 2008, kedua downhiller ini juara. Gracia yang “menunggangi” sepeda baru Commencal, Supreme DH, membukukan waktu tercepat kedua, 1 menit 53.416 detik. Sedangkan Barel, yang menaiki sepeda Mondraker, Kaiser, berada di belakangnya dengan waktu 1 menit 54.495 detik.

Juara pertama balapan ini dipegang downhiller tuan rumah, Pasqual Canal Flix. Downhiller Tim Massi ini berhasil menyisihkan waktu Gracia dan Barel, dengan catatan waktu 1 menit 53.196 detik. Flix mempertajam waktu tercepat Barel di babak penyisihan 1 menit 55.723 detik. Selain ketiga nama itu, balapan ini juga dihadiri Fabien Pedemanaud, Damien Spagnolo, dan Bernat Guardia Pasqual.

Greg Minnaar: Minnaar Is Back

Minnaar is back. Ungkapan itu pas ditujukan ke Greg Minnaar setelah ia menang di Kejuaraan Nasional MTB Afrika Selatan kelas downhill, di Pietermaritzburd, Afrika Selatan, 16 Maret 2008. Pasca cedera panjang yang dialaminya saat kejuaraan dunia Oktober tahun lalu, kompetisi ini adalah kemenangan pertamanya.

Bersama tim dan sepeda barunya, Santa Cruz Syndicate, Minnaar menuruni trek sejauh 2,9 kilometer dengan waktu tercepat 4 menit 38.09 detik. Catatan waktu downhiller kelahiran Pietermaritzburd, 13 November 1981 ini, mengalahkan pembalap Mongoose Red, Andrew Neethling (4 menit 41.03 detik).

“Saya selalu ingin menang di Afrika Selatan,” kata Juara DH World Cup dua kali ini (2001 dan 2005). “Saya tidak terlalu hebat dalam balapan. Tapi semua berjalan dengan baik dan saya tidak pernah terganggu dengan kondisi bahu saya,” tambahnya dikutip dari situs sicklines.

Paris Nice 2008: Rebellin Juara di Nice

Etape terakhir, mengambil tempat di Nice sejauh 119 kilometer, Davide Rebellin masuk finish di urutan 16. Sedangkan pesaingnya di klasifikasi umum Rinaldo Nocentini (Italia-Ag2r La Mondiale) melindas garis akhir jauh di belakang Rebellin. Hasil itupun menobatkan Rebellin, pembalap Italia, sebagai juara balap sepeda jalan raya Paris Nice ke-66, di Perancis, 9-16 Maret 2008.

Sepanjang etape, pembalap Tim Gerolsteiner ini tidak satupun meraih juara etape. Raihan terbaiknya adalah peringkat 4 di dua etape; etape 3 (Fleurei sampai Saint Etienne, 165.5 kilometer) dan etape 4 (Montellimar sampai Mont Ventoux, 176 kilometer). Posisi di dua etape itu mendongkrak namanya di urutan 4 klasifikasi umum dari posisi sebelumnya 18 (etape 2).

Memasuki etape 5, Althen des Paluds menuju Sisteron, 172.5 kilometer, posisi pembalap kelahiran 9 Agustus 1971 itu terus naik. Walaupun finish di urutan 22 pada etape 5, nama Rebellin menyodok ke peringkat dua klasifikasi umum, di bawah pembalap Rabobank, Robert Gesink (Belanda). Margin waktu kedua pembalap ini 32 detik.

Jersey kuning yang dikenakan Gesink hanya bertahan 24 jam. Rebellin menyalipnya di etape 6 (Sisteron menuju Cannes, 206 kilometer). Jersey kebanggaan pembalap itu di pertahankannya hingga akhir etape dengan keseluruhan waktu 29 jam 2 menit 48 detik. “Kejuaraan ini sangat keras dan indah,” ujar Rebellin dikutip dari cyclingnews.com. “Saya sedikit gugup di final. Saya tahu Rinaldo Nocentini dalam kondisi bagus. Dan perihal keunggulan 3 detik, itu tidak apa-apa.”

Tahun lalu Rebellin harus puas menjadi runner up setelah di etape akhir kalah dari Alberto Contador. Contador tidak ikut kejuaraan karena timnya (Astana-Red) tidak diundang pihak penyelenggara, Amaury Sport Organisation. “Saya benar-benar takut di final dan takut kehilangan segalanya,” katanya. Rebellin unggul 48 detik dari peringkat ketiga, Yaroslav Popovych (Ukraina-Silence Lotto).

Hasil Lengkap

Klasifikasi Umum:
1. Davide Rebellini (Italia-Gerolsteiner) 29.02.48
2. Rinaldo Nocentini (Italia-Ag2r La Mondiale) 0. 03
3. Yaroslav Popovych (Ukraina- Silence Lotto) 0.48

Klasifikasi Poin:
1. Thor Hushovd (Norwegia-Crédit Agricole) 89 pts
2. Luis León Sánchez (Spanyol-Caisse d'Epargne) 71
3. Davide Rebellin (Italia-Gerolsteiner) 69

Klasifikasi Gunung:
1. Clément Lhôtellerie (Perancis- Skil-Shimano) 79 pts
2. Chris Anker Sørensen (Denmark-Team CSC) 28
3. Bobby Julich (USA-Team CSC) 20

Klasifikasi Pembalap Muda:
1. Robert Gesink (Ned) Rabobank 29.03.39
2. Luis León Sánchez (Spa) Caisse d'Epargne 0.18
3. Clément Lhôtellerie (Fra) Skil-Shimano 3.20

Klasifikasi Tim:
1. Quick Step 87.11.40
2. Crédit Agricole 6.47
3. Cofidis 13.54

Tuesday, March 25, 2008

Tour de Jakarta 2008: Pembalap Muda Itu Juara


Keberadaannya di peleton terdepan tidak diperhitungkan. Akibatnya, ia bisa lepas dan keluar sendirian ke garis finish.

Telapak tangan remaja 18 tahun itu mengepal, dijulurkan ke atas. Mulutnya tersenyum lebar, menandakan betapa bahagainya Rastra Patria saat itu. Saat dimana ia “melumpuhkan” pembalap senior Indonesia dan pembalap asing yang mengikuti kejuaraan balap sepeda jalan raya Tour de Jakarta (TdJ) 2008, 23 Maret 2008. Rastra, pembalap Pengprov ISSI DI Yogyakarta, itu menaklukan jalan halus, jalan rusak yang tersebar di ibukota Jakarta. Kayuhan pedalnya sanggup menempuh jarak sekitar 170 kilometer dalam tempo 3 jam 40 menit 18 detik (kecepatan rata-rata 55 kilometer perjam).

Rastra, remaja kelahiran Yogyakarta, 26 November 1989, itu memberi secercah harapan bagi dunia balap sepeda Indonesia, yang sebelumnya selalu di dominasi pembalap tua. Pembalap berumur. Tonton Susanto, Nunung Burhanudin, Amin Suryana, Ryan Ariehaan atau Kaswanto sudah punya pengganti. Dia adalah Rastra, juara pertama Tour de Jakarta 2008. Dia menjadi yang terbaik di tiga kesempatan bertanding; 2006 (senior), 2005 (junior) dan tahun ini.

Keberhasilan Rastra meraih juara terlihat di sekitar jarak 20 kilometer (di area jalan Halim Perdanakusuma) menjelang garis finish. Selalu berada di grup terdepan bersama Hari Fitrianto (Polygon Sweet Nice), Kaswanto (Jawa Timur Track Team), Yuli Haryanto (Custom Cycling Team), Nunung Burhanudin (Pengprov ISSI Jabar), dan Zhientaev Roman (Kazakhstan Cycling Olympic Training Center), ia terus membayangi kecepatan pembalap-pembalap seniornya itu.

Hampir sepanjang 6 kilometer (14 kilometer dari finish), keenam pembalap itu saling berburu podium. Silih berganti mereka memimpin lomba. Fokus dan perhatian masing-masing pembalap tertuju ke lawan. Asyik saling menempel, Roman, kira-kira 13 kilometer menjelang finish menambah kecepatan sepedanya, memisahkan diri dan keluar dari grup terdepan (breakaway).

Pembalap, yang juga anggota Tim Nasional Mountain Bike Kazakhstan di bawah umur 23 ini, terus bersolo karir sejauh 8 kilometer. Sisa lima pembalap di belakangnya tetap saling menjaga. Hanya Rastra yang berinisiatif menyerang. Ia pun melakukan sprint, memisahkan diri dari peleton terdepan. Mengejar Roman. Namun, upaya “menangkap” Roman tidak berlangsung singkat. “Saya baru bisa mendahului pembalap Kazakhstan itu sekitar 5 kilometer mendekati finish,” ujar Rastra ditemui di tenda Tim Pengprov ISSI DI Yogyakarta.

Kerja kerasnya mengejar dan mendahului Roman tercapai. Usai melewatinya, kecepatan sepeda Rastra makin dipercepat, demi menjauhkan diri dari kejaran Roman, kira-kira marginnya 300 meter. Jarak 30 meter mendekati finish, seketika Rastra melepaskan pegangan stang (handlebar). Ia tahu kalau posisinya sudah tidak mungkin terkejar lagi oleh peringkat kedua, Roman. Hingga ban sepedanya menginjak garis finish, Rastra tidak henti-hentinya meluapkan kegembiraannya dan langsung mendapat sambutan hangat dari official Tim Pengprov ISSI DI Yogyakarta.

Merasa tidak mungkin mengejar lagi laju sepeda Rastra, Roman masih tetap mempertahankan kecepatannya. Karena tepat di belakangnya, Kaswanto sudah siap menyalip. Terjadilah adu sprint di antara kedua pembalap. Roman pun unggul setengah ban atas Kaswanto. Dan ia pun ditasbihkan sebagai juara dua lomba ini dengan catatan waktu 3 jam 40 menit 58 detik (selisih 40 detik dari Rastra). Sama dengan torehan waktu Kaswanto. “It’s difficult race. It’s very good” ujarnya dengan bahasa Inggris yang terbata-bata, saat jumpa pers.

Sisa pembalap di belakang Roman diperebutkan tiga pembalap Indonesia. Nunung, Yuli Haryanto dan Hari Fitrianto. Dan kali ini, Nunung-lah yang menang. Pembalap Jawa Barat ini menyelesaikan lomba dengan waktu 3 jam 41 menit. Disusul Yuli Haryanto dengan waktu sama.

Sementara sikap kecewa dilontarkan Hari Fitrianto. Pembalap yang pernah dinobatkan sebagai runner-upThe Best Young Rider” di Tour de East Java 2005 ini menyesalkan sikap para pembalap Indonesia yang hanya menjaga sesama pembalap Indonesia. Sehingga saat Roman memutuskan keluar dari barisan terdepan (breakaway), ia bisa bebas sendiri. “Tidak ada yang menjaga pembalap Kazakhstan itu (Roman-red),” ujarnya. Perihal keluarnya Rastra sebagai juara TdJ 2008, Hari menilai pembalap muda itu tidak diperhitungkan. Perhatiannya saat di peleton depan tertuju ke pembalap kawakan, Nunung Burhanudin dan Kaswanto.

Namun, secara keseluruhan, pergelaran Tour de Jakarta yang ke-8 ini berjalan baik. Sebanyak 109 pembalap dari 21 tim (4 tim asing) menikmati jalannya lomba. Hanya 25 pembalap yang tidak bisa meneruskan lomba (DNF: Did Not Finish) dengan halangan beragam; sepeda rusak atau ban bocor. “Lomba ini berjalan sangat baik,” komentar Faizin Bin Saad, selaku Chief Commissaire. Dan kini, Indonesia pun punya pembalap masa depan, yang tertanam di kayuhan Rastra Patria.

Sprinter Unggul

Tipikal pembalap tanjakan tidak berkutik. Sprinter-lah yang berkuasa di sepanjang jalan ibukota itu. Dari lima besar TdJ 2008, empat diantaranya adalah seorang sprinter; Kaswanto, Nunung Burhanudin, Yuli Haryanto dan Rastra. Tipikal tanjakan seperti Tonton Susanto cuma bisa mengimbangi di 5-10 kilometer awal.

Dari catatan penulis, rute sekitar 170 kilometer, mengelilingi Kota Jakarta, tercatat memiliki 12 medan menanjak. Dan semuanya itu terdapat di jalur flyover. Kalo di persentasekan, 90 mendatar, sisanya tanjakan dan turunan. Seorang pembalap kawakan seperti Tonton hanya bertahan di 5 kilometer awal, saat ia berada di peleton terdepan bersama Endra Wijaya (Custom Cycling Club), Didit Purwanto (Bintang Kranggan), Ronald Gorantes (Phillipine National Team). Sisanya, pembalap yang baru menjuarai Kejurnas Tanjakan 2008 ini selalu berada di barisan tengah.

Hasil Lengkap:

Kategori Individual:

Rastra Patria Pengprov ISSI DI Yogyakarta 3.40.18

Zhientaev Roman Kazakhstan Cycling Olympic TC 3.40.58

Kaswanto Jawa Timur Track 3.40.58

Nunung Burhanudin Pengprov ISSI Jabar 3.41.00

Yuli Haryanto Cuctom Cycling Club 3.41.00

Kategori Tim:

Jawa Timur Track 11.05.40

Custom Cycling Club 11.05.42

Polygon Sweet Nice 11.05.42

Pengprov ISSI Jawa Barat 11.05.42

Phillipine National Team 11.07.03

BMX/MTB DJ Punclut Pump & Jam 2008: Hiburan Kelas Senior


Aksi memukau dirtjumper datang dari kelas senior. Sementara, 15 peserta mencoba pumping track yang baru rampung.

Tiga tenda berdiri tegak. Di tengah area terdapat dua jalur handicap (rintangan). Satu rintangan buat pemula, satunya lagi buat pro atau bahasa slangnya, “nyang jago”. Handicap pemula terdiri dari empat gundukan tanah--dua double jump--. Buat yang pro­ pun demikian. Namun yang membedakan kedua double jump itu adalah ketinggiannya. Double jump pemula tingginya sekitar 1 meter lebih dengan masing-masing gap (celah) sekitar 2 meter. Sedangkan yang pro, tingginya mendekati 2 meter dengan masing-masing gap 2,5 meter­

Kedua jalur itu, pada 16 Maret 2008 ramai dilalui dirtjumper. Mereka berlomba-lomba mengeluarkan trik freestyle yang dapat “membius” dewan juri dalam tajuk Dirt Jump Punclut Pump & Jam 2008, di Punclut, Bandung, Jawa Barat. Setiap peserta diberi kesempatan dua kali mengeluarkan trik di penyisihan dan final round (babak final).

Kelas Senior Open atau sering disebut MC (master of ceremony) sebagai kategori pro menyuguhkan atraksi yang paling menghibur dan membuat penonton bertepuk tangan. Sebelumnya, ekspresi penonton menyaksikan jalannya lomba biasa saja. Mereka tampak tak terhibur menonton rider kelas junior mengeluarkan trik freestyle di atas tanah. Trik dasar, landing buruk, dan lompatan rendah, seolah menjadi poin kejenuhan penonton.

Keahlian (skill) peserta junior dengan senior beda jauh. Contohnya, begitu Didi Triya Sanjaya (24 tahun), peserta kelas senior asal Bandung turun dari puncak start, ia menggowes sepeda melewati dua double jump dengan trik x-up dan memutar sepeda 360 derajat dibarengi gaya memutar stang (360-bar spin), penonton memberi aplaus meriah. Lagi. round kedua, rider Tim Chucky Bandung ini mengeluarkan no foot x-up. Namun gagal di double jump kedua. “Ketika ingin melewati double jump kedua, saya tidak mendapat speed yang cukup. Karena landing saya buruk,” ujar Didi. Hasil itu tetap membuat kagum dewan juri dan menobatkan Didi sebagai juara pertama.

Rezza Aqmal Faizal (20 tahun) melanjutkan hiburan buat penonton. Rider Tim Oakley asal Bandung memukau penonton lewat aksi x-up dan 360 x-up. Esa pangilan akrab Rezza terus membius penonton. Aksi x-up dan 720 di round kedua membuat riuh area trek Dirt Sirkuit Punclut. Walaupun gagal mendarat di landing keduanya, pemuda kelahiran Bandung 26 Januari 1988 ini tetap mengantongi gelar juara kedua.

Penonton terus dibuat berdecak kagum menyaksikan lomba kelas senior. Hiburan itu datang dari juara ketiga, Jujun Junaedi (21 tahun). Rider Tim Eat itu menggowes “tunggangannya” melewati rintangan dengan memutar stang, menyilangkan tangan berbentuk huruf X dan satu kakinya tidak menginjak pedal--trik x-up one foot--. Dan dilanjutkan di double jump kedua dengan trik salto ke belakang (backflip). Kemudian, di round kedua, Jujun mengeluarkan trik x-up dan disusul double tailwhip.

Ketiga rider di atas melengkapi 8 peserta yang mendaftar lomba ini. Kelas senior open tidak mempertandingkan babak final, karena hujan terlanjur mengguyur area trek yang baru rampung tahun ini. “Penilaian kelas senior open ditentukan diputaran pertama (penyisihan),” ujar Asep Tubagus, salah satu juri selain Sonny M. Heryadi.

Pumping Track

Chandra Ariavijaya meliuk lembut di berm pertama, kedua dan ketiga. Di rythem section, teknik pumping rider Oakley/Charmdevo itu juga halus. Sebanyak dua lap, kepiawaian Chandra melewati pumping track itu membawa dirinya juara di kelas Master C. Teknik dan catatan waktu 20,8 detik mengalahkan GB Bathara (Elgato/BAM) dan Pyandono (Volcano).

Kelas ini, menurut Asep Tubagus, sebagai pertandingan percobaan. Aturan mainnya juga sedang mencari format yang baik. Dan untuk kali ini yang dinilai adalah waktu dan teknik pumping peserta. Trek pumping ini melengkapi pembangunan trek secara keseluruhan. Peserta yang ikut 15 orang; 7 orang turun di Master A, 5 orang di Master B dan 3 orang di Master C.

Hasil Lengkap

BMX Junior Open
1.
Hari

2. Roky-Tim Level Bike
3. Havid-Tim Level Bike

Senior Open

1. Didi Triya Sanjaya-Tim Chucky
2. Rezza Aqmal Faizal-Tim Oakley
3. Jujun Junaedi-Tim Eat

MTB Open

1. Dani-BAM/Mahalona
2. Septian-Twenty Six Twenty/Charmdevo
3. Chandra Purnamawan-Oakley/Charmdevo

MTB Pump Track Master A

1. Yedi-Heiger-23.93 detik
2. Petrus-BAM-24.72 detik
3. Yudo-SMH Racing-25.20 detik

MTB Pump Track Master B

1. Bismo-BAM-23.70 detik

2. Ardy-Oakley 24.70 detik

3. Riqqi BAM 25.64 detik

MTB Pump Track Master C

1. Chandra Ariavijaya Oakley/Charmdevo 20.86 detik

2. GB Bathara Elgato/BAM 21.14 detik

3. Pyandono Volcano 27.61 detik

Robby Soekardi: Gemilang di Sepeda Gunung

Riwayat bersepedanya di jalan raya dan sepeda gunung. Ia mencapai puncak kejayaan setelah di ajak Kong Liong bergabung di Bandung Mountain Bike

Apa kabar Robby Soekardi? Pertanyaan itu layak dialamatkan kepadanya. Robby seolah hilang dari peredaran dunia balap sepeda, setelah ia memutuskan gantung sepeda tahun 1995. Namun, sosoknya kembali muncul di tengah penggila sepeda gunung. Dia terlihat sedang duduk santai disebuah tenda pameran Trend Mountain Bike 2008, di Jalur Pipa Gas (JPG), Tangerang, yang berisi deretan sepeda gunung Polygon terbaru. Sedang apa dia di situ? “Saya sedang membantu perkerjaan adik (Bonny Soekardi, mantan atlet balap sepeda-Red),” ujar lelaki berusia 37 tahun ini.

Tatapan matanya menyoroti semua pengunjung yang datang ke pameran itu atau yang sengaja menghampiri tendanya. Dalam hati kecilnya mungkin dia bertanya? Ternyata, perkembangan sepeda gunung di Indonesia semakin tumbuh pesat. “Zaman saya, tahun 90-an, penyuka sepeda gunung tidak banyak,” kata pemilik nama lengkap Robby Agustinus Soekardi. Sekarang, di ibu kota maupun di daerah, penghobi sepeda gunung mudah sekali dijumpai.

Robby adalah satu dari enam pembalap terbaik yang direkrut dan dibina oleh Kong Liong (pendiri dan pelatih Tim Bandung Mountain Bike). Robby direkrut Kong Liong sekitar tahun 1990. Tahun itu ia mengalami krisis prestasi. Tenaga dan kemampuannya bersepeda tidak dipakai lagi di Tim Nasional (Timnas). Bersama pembalap lain; Abdul Rahman, Hendy, Sanny Widiansyah, Sonny M. Heriayadi, dan Oki Respati, Robby diajak bergabung dengan Kong Liong dalam wadah Tim Bandung Mountain Bike. “Metode kepelatihan Kong Liong saat itu sangat bagus,” ungkapnya.

Masih di tahun itu, semangat bersepeda Robby kembali mencapai puncak. Porsi latihan yang diberikan pelatih Kong Liong disukainya. Kong Liong mengajarkan teknik putaran pedal (cadence) yang baik dan benar. Secara kontinu, pengagum Bernard Hinault, pembalap Perancis, juara Vuelta a Espana 1983, ini melatihnya. Robby menuturkan, Kong Liong kerap mengajarinya melatih RPM, kecepatan gowesan. Dia tidak membantah. Menu latihan seperti itu selalu menjadi sarapan paginya.

Sosok Kong Liong benar-benar menjadi menjadi dewa penolong bagi Robby. Karir bersepedanya meningkat drastis. Setelah sering menang di pelbagai kejuaraan tingkat nasional, Robby menjajaki panggung lomba internasional. Catatan prestasi yang berkesan adalah runner up Kejuaraan Mountain Bike Asean 1991 di Singapura. Di negara yang terletak di 137 kilometer dari jalur khatulistiwa itu, Robby dan rekan setimnya berjaya. Podium kelas cross country (XC) diborong oleh semua anak asuh Kong Liong itu. Juara pertamanya direbut Hendy, ketiga; Sanny Widiansyah dan keempat; Abdul Rahman.

“Untuk kelas cross country, saat itu Indonesia begitu ditakuti di kawasan Asia Tenggara,” katanya, yang memakai sepeda gunung merek Bridgestone kala itu. “Dulu, Atlet-atlet Vietnam banyak yang belajar dari Indonesia. Sekarang, malah atlet putri kita kalah dari Vietnam.”

Robby mengingat. Kejuaraan yang disambanginya bagitu banyak. Dan itu semua berbuah kemenangan, baik buat dia maupun rekan setimnya. Namun, hamparan piala dan medali yang diraih dan tercecer di kediaman Kong Liong tinggal kenangan. Dari perbincangan Cycling dengan Kong Liong Desember 2007 lalu, seluruh bentuk penghargaan yang didapat anak didiknya dipentas lomba, habis dijual dan dibuang. Menurut Kong Liong, ini saking banyaknya piala dan medali, hingga memenuhi ruangan rumahnya. “Mengenai prestasi dan kejuaraan yang diikuti banyak sekali. Sampai lupa jumlahnya,” ujar anak pertama dari tiga bersaudara itu, yang juga menyuruh bertanya perihal piala kepada mantan pelatihnya itu.

Sambil mengingat-ingat kembali ke masa kejayaannya, Robby terdiam sejenak. Dia memaksa otaknya berpikir ke masa lalu, flashback. Dahinya berkerut. Setelah sedikit searching data yang hilang di memorinya dan menemukannya, dia pun kembali melanjutkan ceritanya. Data itu mengungkapkan, prestasi yang paling berkesan buat dirinya adalah Kejurnas Tanjakan Merapi tahun 1993. Kejuaraan itu paling membanggakan, karena ia bertanding seorang diri. Rekan setimnya diboyong Kong Liong untuk juga bertanding disebuah kejuaraan sepeda di Jakarta. Otomatis dia hanya ditemani oleh orang tua Kong Liong (Robby lupa namanya-Red) dan Om Edwin (Posisi saat itu adalah Commisaire Nasional). Di Merapi, di medan tanjakan, teknik pedaling Robby mampu melibas pesaing beratnya, seperti; M.Basri, Dadang Haris, dan Yoshua Sudargo. Ia pun meraih juara pertama.

Kebesaran nama Robby di dunia balap sepeda cukup diperhitungkan. Seperti yang terjadi di Tour de Jabar 1992, etape Cirebon – Kuningan. Sepanjang etape itu dia terus dikuntit; Tonton Susanto, Maulana dan Robby Yahya. Dia tidak bebas bergerak. Melihat kondisi seperti itu, dengan cerdik, dia menyuruh rekannya Oki Respati keluar dan melakukan sprint di 400 meter menjelang finish. Oki pun juara. “Saya melihat, ketiga pembalap itu tidak memperhatikan Oki,” ujarnya, yang di road memakai sepeda Peugeot Carbon 7. Oki juara, hadiahnya tetap dibagi rata. Ini peraturan tim. Pelatih selalu berpesan, siapapun yang meraih juara, hadiahnya dibagi secara adil. Ini demi kebersamaan dan kemajuan tim.

Keluarga Pembalap

Robby lahir 19 Agustus 1970, di Bandung, Jawa Barat. Ia tumbuh di tengah keluarga pembalap sepeda. Bapaknya, Robert Soekardi, 64 tahun, adalah mantan pembalap jalan raya nasional era-70 an. Adiknya, Bonny Soekardi juga mantan pembalap disiplin Trek yang pernah meraih perunggu di Sea Games 1985 Thailand. Sekarang Bonny menyibukan diri sebagai Manager Tim MTB Polygon.

Minat Robby terjun di dunia balap kereta angin bukan atas pengaruh sang bapak. Dia tertarik bersepeda karena penampilan stylish teman sang bapak. Sekitar tahun 1983, usia Robby 13 tahun kala itu, beberapa rekan bapak bertandang ke rumahnya. Dandanan tamu bapaknya itu membius Robby, membuatnya terlena, dan langsung memutuskan ingin seperti itu (maksudnya pembalap sepeda road-Red). Masih di tahun yang sama, ia pun memulai debut bersepeda. Dia rutin berlatih bersama sang bapak. Kurun waktu itu juga, ia memasuki arena sesunguhnya. Dia bergabung dengan Tim Road STP Sangkuriang, tim yang disponsori perusahaan oli, STP.

Tunggangan pertamanya merk Apollo, pemberian bapaknya. Sepedanya itu terus digeber di pelbagai kejuaraan lokal. Di kategori pemula, ia pernah menjuarai Kejuaraan Alpen Trophy 1987. Di event itu, saingannya adalah juara nasional Tonton Susanto. Dari situ, satu tahun kemudian ia dipanggil masuk pemusatan Pelatihan Nasional (Pelatnas). Ditariknya lelaki yang saat ini kerja di bagian penjualan produk Home Teater dari Yamaha itu untuk kepentingan membela Timnas di Sea Games 1989, di Malaysia.

Riwayatnya di jalan raya berakhir saat prestasinya meredup awal tahun 1990. Dia pun berpaling ke sepeda gunung. Keterlibatannya di sepeda gunung karena ajakan Kong Liong yang sedang mencari pembalap untuk mempromosikan sepeda gunung merek Bridgestones. “Yang ditawarkan Kong Liong saat itu menarik,” kenangnya. Kong Liong menawarkan semua fasilitas yang dibutuhkan pembalap. Mulai dari sepeda, kostum, makanan, bonus, kesehatan dan biaya bertanding.

Semenjak itu, ia membela tim Kong Liong, Bandung Mountain Bike selama 5 tahun. Jenjang karir lombanya berakhir tahun 1995. Ia memutuskan pensiun dari dunia balap sepeda. Alasannya bukan karena tidak ada lawan yang tangguh lagi. Melainkan ia sudah merasa jenuh dan bosan. “Kalau saingan sih banyak ya. Terutama anak didiknya om Theo Gunawan,” ujarnya. Praktis selepas tahun itu, ia lebih banyak menyibukan diri di dunia kerja kantoran. Pernah sesekali ikut lomba tahun 2005 diminta tim Polygon untuk event Tour de Jakarta. Turun di kelas master, ia meraih juara 3, kalah dari Edi Purnomo dan Hendry Setiawan. Kini kesibukan lainnya adalah membantu adiknya di Polygon.

Biodata:

Nama Lengkap : Robby Agustinus Soekardi
Lahir: Bandung, 19 Agustus 1970
Putra: 1 dari 3 bersaudara
Pembalap Idola: Bernard Hinault (Perancis)
Klub: Road: STP Sangkuriang (Pemula), Pelita Jaya Lampung (1988-1990) dan MTB: Bandung Mountain Bike (1990-1995)
Sepeda: Road: Apollo (saat pemula), dan Peugeot (dibeberapa lomba di senior) – MTB; Bridgestones

Prestasi antara lain:

Road:
Juara 2 Kelas Junior Alpen Thropy 1985
Juara 3 Elite Tour de Pangandaran Etape 1 Beregu 1987
Juara 1 Elite Tour de Pangandaran Etape 2 Beregu 1987
Juara 4 Elite Tour de ISSI Perorangan Umum 1989
Juara 2 Elite Tour de Jawa Beregu Umum 1989
Juara 1 Kejurnas Tanjakan Merapi 1993
Juara 3 Master Tour de Jakarta 2005 (Road)

MTB XC:
Juara 1 Elte Selorejo All Terrain Bike Race Malang 1991
Juara 1 Elite MTB Lintas Manglayang 1991
Juara 1 Elite Kopeng MTB Open 1991
Juara 2 Elite Kejuaraan MTB Asean Singapura 1991
Juara 2 Elite International MTB Championship Yogyakarta 1991
Juara 1 Elite Kejurnas Tanjakan Alpen Trophy MTB 1991

Tuesday, March 18, 2008

Tour of Spanyol: Kesempatan Emas Pembalap Spesialis Tanjakan


Pengumuman Kejuaraan Balap Sepeda Jalan Raya Tour of Spanyol (ToS) 2008 atau Vuelta a Espana di Madrid, Spanyol, 5 Desember, siap dimulai. Hal ini terungkap setelah pihak penyelenggara mengumumkan rute yang bakal dilalui pembalap. Diantaranya terdapat 40 kategori tanjakan yang bakal dihadapi pembalap event ini. Lima diantaranya berakhir di atas pegunungan dan satu nomor 16 kilometer Individu Time Trial adalah tanjakan yang diadakan di etape 20 dari La Granja sampai Navacerrada.

Selama tiga minggu kejuaraan, pembalap harus menempuh rute sepanjang 3,169 kilometer. Tour dimulai 30 Agustus 2008 dengan didahului babak prolog Time Trial sepanjang 7 kilometer di Granada. Lalu dilanjutkan ke utara menuju Jean, Cordoba dan Puertollano sebelum nomor 40 kilometer Individu Time Trial kedua di Ciudad Real pada 3 September.

Selama masa istirahat pertama yang dijadwalkan pada 5 September, pembalap akan dipindahkan ke arah timur laut untuk tiga etape. Etape ketujuh, antara Babastro dan Andorra sejauh 224 kilometer dan berakhir dengan sebuah kategori tanjakan menuju Naturlandia-La Rabassa (2050m). Hari berikutnya lebih didominasi oleh rute pendek, 160 kilometer, yakni Andorra sampai Pla de Beret. Etape sembilan antara Viella dan Sabinanigo sedikit lebih mudah, tapi di sini pembalap menemui lagi satu kategori tanjakan sejauh 53 kilometer.

Tiga tahap berikutnya berakhir di Zaragoza, Burgos dan Suances. Ketiga tempat ini relatif hanya ada jalan datar dan merupakan kesempatan emas buat pembalap spesialis spinter untuk memperoleh kejayaan. Masa istirahat kedua berlangsung 12 September. Di masa ini pembalap dapat memanfaatkan waktu untuk memulihkan tenaga sebelum menghadapi tantangan berikutnya.

Etape 13 dari San Vicente de la Barquera menuju daerah yang ditakutkan banyak pembalap, Alto de L’Angliru sejauh 199 kilometer. Tahun lalu, tempat ini tidak disertakan dalam lomba. Sekarang kembali dan membuat 23 persen pembalap merasa takut. Etape berikutnya, sampai etape terakhir yang mengambil finis di Madrid, pembalap menempuh jarak 990 kilometer. Secara keseluruhan, tour tahun depan hampir mirip dengan kejuaraan tahun ini. “Ini akan menjadi tour harapan bagi pesepeda baru,” ujar Direktur Lomba Victor Cordero.

Data dan Fakta:
Nama : Vuelta a Espana
Pertama Kali di gelar : 1935
Pemenang Pertama : Gustav Deloor (Belgia)
Pemenang Terbanyak : Tony Rominger (Swiss) dan Roberto Heras (Spanyol) -3 kali
Pemenang Terakhir : Dennis Menchov
Tour 2008 : 30 Agustus – 21 September

Monday, March 17, 2008

Dietsch Rebut Seri Pertama

MTB World Cup Marathon 2008 Seri 1

Hanya butuh waktu 3 jam 38 menit 54 detik buat Thomas Dietsch (Perancis) memenangi Kejuaraan MTB World Cup Marathon Seri 1 di Manavgat, Turki, 16 Maret 2008. Pembalap Tim Gewiss Bianchi ini mengungguli Alban Lakata (Austria) dari Tim Dolphin Trek dengan selisih waktu 21 detik. Dua pembalap Tim Bulls berada di bawahnya; Karl Platt dan Stefan Sahm, masing-masing asal Jerman. Lomba seri pertama ini menempuh jarak 90 kilometer.

Elite putri, juara pertama dipegang Pia Sundstedt. Pembalap Finlandia ini menorehkan waktu tercepat 3 jam 28 menit 16 detik. Peringkat kedua dan ketiga ditempati Anabella Stropparo (Italia) dan Esther Suss (Swiss). Seri kedua akan dimulai 5 Oktober 2008 di Ornans, Perancis.

Paris Nice ke-66: Rebellin Juara di Nice

AFP Photo

Etape terakhir, mengambil tempat di Nice sejauh 119 kilometer, Davide Rebellin masuk finish di urutan 16. Sedangkan pesaingnya di klasifikasi umum Rinaldo Nocentini (Italia-Ag2r La Mondiale) melindas garis akhir jauh di belakang Rebellin. Hasil itupun menobatkan Rebellin, pembalap Italia, sebagai juara kejuaraan balap sepeda jalan raya Paris Nice ke-66, di Perancis, 9-16 Maret 2008.

Sepanjang etape, pembalap Tim Gerolsteiner ini tidak satupun meraih juara etape. Raihan terbaiknya adalah peringkat 4 di dua etape; etape 3 (Fleurei sampai Saint Etienne, 165.5 kilometer) dan etape 4 (Montellimar sampai Mont Ventoux, 176 kilometer). Posisi di dua etape itu mendongkrak namanya di urutan 4 klasifikasi umum dari posisi sebelumnya 18 (etape 2).

Memasuki etape 5, Althen des Paluds menuju Sisteron, 172.5 kilometer, posisi pembalap kelahiran 9 Agustus 1971 itu terus naik. Walaupun finish di urutan 22 pada etape 5, nama Rebellin menyodok ke peringkat dua klasifikasi umum, di bawah pembalap Rabobank, Robert Gesink (Belanda). Margin waktu kedua pembalap ini 32 detik.

Jersey kuning yang dikenakan Gesink hanya bertahan 24 jam. Rebellin menyalipnya di etape 6 (Sisteron menuju Cannes, 206 kilometer). Jersey kebanggaan pembalap itu di pertahankannya hingga akhir etape dengan keseluruhan waktu 29 jam 2 menit 48 detik. “Kejuaraan ini sangat keras dan indah,” ujar Rebellin dikutip dari cyclingnews.com. “Saya sedikit gugup di final. Saya tahu Rinaldo Nocentini dalam kondisi bagus. Dan perihal keunggulan 3 detik, itu tidak apa-apa.”

Tahun lalu Rebellin harus puas menjadi runner up setelah di etape akhir kalah dari Alberto Contador. Contador tidak ikut kejuaraan karena timnya (Astana-Red) tidak diundang pihak penyelenggara, Amaury Sport Organisation. “Saya benar-benar takut di final dan takut kehilangan segalanya,” katanya. Rebellin unggul 48 detik dari peringkat ketiga, Yaroslav Popovych (Ukraina-Silence Lotto).

TREK JTBBB: Unjuk Gigi di Area Pumping



Usai lelah menggowes di jalur cross country, luangkan waktu sejenak untuk bermain sepeda di pumping track.

Sore itu, selepas adzan Ashar, hujan tidak henti-hentinya mengguyur Kecamatan Parung, Bogor, Jawa Barat. Menunggu hampir satu jam, tetesan air dari awan itu tidak mau reda. Dengan terpaksa, saya beserta rombongan dari klub sepeda gunung Freeride Zone B-Bike, dikomandani Jemmie Tauw, melanjutkan rencana menjajal trek cross country (XC-lintas alam) Jalur Teduh B-Bike Bubut (JTBBB) sejauh 35 kilometer.

Perjalanan menjajal trek ini dimulai dari sebuah toko sepeda B-Bike. Toko seluas 6 x 6 meter, terbagi dua ruangan, satu buat penjualan komponen sepeda, satunya lagi komponen motorcross, menjadi tempat kami berkumpul. “Pesepeda yang ingin main di trek ini, kumpulnya di toko,” ujar Jemmie Tauw, si empunya toko sekaligus pemandu perjalanan.

Dari toko yang terletak di jalan Jabon Mekar, Parung, sepeda digowes melalui jalan raya terlebih dahulu sejauh 100 meter, ke arah kanan toko. Sampai di sebuah pagar yang diselimuti banyak dedaunan, terselip satu pintu masuk. Pintu ini tidak tertutup. Tingginya sekitar dua meter. Dari pintu inilah penyusuran trek yang sudah dilalui sepeda sejak tahun 2005 ini dimulai.

Masuk, hamparan kebon singkong tertata rapi. Dua lahan, kanan kiri berbentuk persegi, tertanam batang singkong kecil. Selebihnya hanya alang-alang setinggi leher orang dewasa (ukurannya tinggi saya 175 sentimeter). Trek pembuka tidak terlalu lebar. Kira-kira 10 sentimeter. Kontur tanahnya keras, sehingga saat dilalui ban sepeda, tanahnya tidak menempel dan menggangu putaran roda. Namun, karena saya melewatinya saat hujan turun, trek ini terendam air. Jadi sama saja, kayuhan pedal menjadi berat.

Jalur awal atau pembuka, trek banyak didominasi single track. Di sepanjang jalannya, berderet kebun singkong setinggi kepala saya. Selepas kebun singkong, jalurnya mulai sedikit tertutup alang-alang. Saya menyarankan, buat Anda yang berminat menyusuri trek ini untuk mengenakan kacamata. Karena sekitar 20 meter alang-alang itu terus menggangu penglihatan saya.

Dari area alang-alang hingga 2 kilometer-an, jalur sudah terlihat beragam. Yang tadinya single track berkontur tanah keras, berubah menjadi jalur makadam. Kemudian tanah lagi, namun konturnya agak “lembek”, sehingga membuat ban sepeda saya tertutup tanah liat. Tanah liat yang bikin berat laju sepeda terdapat di sekitar lapangan bola, yang ukurannya tidak terlalu luas. Dari sini, jalur yang bikin mulut saya menganga lebar akibat lelah menggenjot sepeda, perjalanan dilanjutkan memasuki rimbunan alang-alang, melewati jalur setapak (jalur pejalan kaki warga setempat).

Jarak 2 kilometer dari pintu masuk, jalur cenderung flat (datar). Sesekali menemui “bonus” sependek 50 meter. Jalur ini cukup membuat detakan jantung kembali normal, setelah tantangan berat melawan genangan air dan tempelan tanah liat di ban. Kontur tanah turunan ini sedikit “berantakan”. Sisi kiri dan tengah legok, semacam selokan. Sedangkan sisi kanan rata berbatu kerikil. Hambatan di trek “bonus” ini adalah alang-alang yang mengganggu penglihatan. Namun, turunan ini saya nilai besar manfaatnya. Setidaknya saya dapat mengistirahatkan kaki sejenak dari aktivitas menggowes.

Seusai turunan, kira-kira 300 meter, saya mencapai “pos” peristirahatan. Pos ini berupa warung makan dengan satu bale dan tempat duduk panjang. Di depan warung, terdapat bambu horizontal panjang tempat menggantungkan sepeda. “Ini tempat istirahat. Namanya warung Pa Sauh,” ujar Jemmie menunjukan tempat saya melepas lelah. Sayang saat itu Pa Sauh sedang tidak jualan. Warungnya tertutup rapat.

Di belakang warung, terdapat lahan kosong. Area itu cocok buat mengasah teknik bersepeda. Terdapat turunan dengan sisi kanan yang tegak, seperti wallride. Mungkin kalau diterjemahkan secara bebas, saya menyebut itu adalah dirtride, karena bahannya adalah tanah. Lalu ada drop off setinggi 1 meter. Di atasnya, berdiri perumahan penduduk Desa Iwul. Setiap menjajal dirtride, penghuni rumah, lelaki tua menawarkan saya dan teman-teman untuk singgah ke rumahnya. Sangat ramah sekali.

Penelusuran trek JTBBB dilanjutkan dengan menanjak. Banyak jalan potong yang ditunjukan Jemmie, yang saat itu “menunggangi” sepeda all mountain dengan stiker Xpedo di downtube-nya. Menurut Jemmie, rute yang saya lalui melewati lima desa lebih; Desa Jabon, Iwul, Babakan, Kampung Anyar, Cibeteung, Cisuuk dan Candali. “Trek ini elips. Start menuju Rarata, PTPN, kemudian kembali lagi,” kata penghobi MTB kelahiran 18 April 1977 itu.

Panjang trek berangkat 20 kilometer. Sementara untuk jalur pulang menempuh jarak 15 kilometer. Persentase jalur menanjak adalah 30 persen, menurun 35 persen dan sisanya mendatar. Namun, buat Anda yang baru pertama kali menjajal trek ini, alangkah baiknya meminta bantuan Jemmie untuk menjadi pemandu. Dengan segala kerendahan hatinya, ia pasti mau memandunya.

Tujuannya pemandu di sini adalah untuk menunjukan rute yang benar, tanpa harus tersesat. Karena sepanjang perjalanan saya menggowes sepeda, setidaknya tiga sampai lima kali saya menemui pertigaan jalan dengan kondisi medan sama persis. Setiap jalan tidak berhubungan. Sehingga bila Anda salah memilih jalur, bisa menuju arah lain.

Pumping Track

Areanya tidak terlalu luas. Terletak di belakang rumah penduduk. Terdapat empat handicap (rintangan); dua tabletop kecil, satu tabletop besar, dan satu berm (tikungan dengan sisi bagian luarnya berupa tanah yang agak miring). Bagian luar berm ditahan oleh deretan karung berisi tanah untuk menahan beban sepeda. Sehingga, bila Anda ingin unjuk kebolehan di berm, dengan tingkat kemiringan sepeda yang “super” miring, akan aman tanpa takut tanahnya amblas.

Mengasah teknik pumping, drop off, aplikasi trik freestyle, dan cornering, area ini dinilai pas. Jika dilihat dari bentuk handicap dan luasnya, area ini cocok buat pesepeda pemula. Nah, jika area ini tujuan Anda menggowes sepeda, mintalah kepada Jemmie Tauw untuk menghantarnya. Dengan senang ia pasti memandunya.