Thursday, July 31, 2008

“Raja Tanjakan” Dari Sumedang


Nama Dadi Nurcahyadi niscaya tidak asing lagi di telinga penggemar olahraga balap sepeda gunung Indonesia. Ia atlet nasional yang turut menyumbang emas di Sea Games Filipina tahun 2005. Saya mengenal Dadi sejak awal tahun 2008 di Jalur Pipa Gas, Tengerang, saat berlangsungnya Trend Mountain Bike yang diadakan Polygon. Kemarin, 26 Juli 2008, saya kembali bertemu dirinya di daerah asalnya Sumedang, Jawa Barat. Ia bersedia menemani saya menyusuri jalur sepeda offroad di Sumedang. Namun tulisan ini tidak membahas perjalanan bersepeda saya di kota itu. Tulisan ini lebih mengarah ke sosok pribadi Dadi Nurcahyadi, sampai bisa "terjerumus" menjadi atlet.

*********

Kisah ini bermula tahun 1997, saat dimana bocah 14 tahun itu mempunyai satu unit sepeda Bicycle Motorcross (BMX). Sepeda itu dibeli dari temannya seharga 150 ribu, harga yang lumayan mahal buat murid kelas 2 SMP. Semenjak itu, lelaki kelahiran Sumedang, 13 September 1983, itu mulai aktif mengikuti lomba balapan sepeda, khususnya sepeda BMX. Bocah itu Dadi Nurcahyadi, atlet nasional balap sepeda gunung cross country.

Sedari kecil, tidak pernah terbesit dalam pikirannya jadi atlet balap sepeda. Kalau pun akhirnya menyelami dunia balap sepeda, itu karena pengaruh temannya, Atep Rupee. “Atep itu teman sebangku saya. Dia yang mengenalkan saya dengan dunia BMX,” kata Dadi ditemui di Sumedang, Jawa Barat.

Dari Atep, Dadi sering diajak berlatih BMX. Atep pula yang mengenalkannya kepada komunitas BMX di Sumedang. Tahun 1998, Dadi bergabung dengan tim Oaks (Organisasi Anak Kreatif Sumedang). Bersama Atep, Redianto dan Agus Suherlan (sekarang atlet downhill Jawa Barat), ia rutin mengikuti balapan BMX lokal.

Prestasi di balapan BMX banyak ia torehkan. Namun dari sekian prestasi, pengagum Julien Absalon ini, bangga bisa juara di event Kencana MTB/BMX Championship 2001. Di kejuaraan itu ia meraih juara pertama kategori junior. Lawan-lawannya antara lain Nurwarsito dan Chandra Purnamawan.

Membawa pulang piala dan hadiah uang dari event itu, ternyata tidak membuat orang tuanya senang. “Sewaktu masih sekolah, orang tua lebih suka saya menseriusi pendidikan,” kata pemakai sepeda Polygon Cozmic RX 3.0 ini.

Ketidaksukaan orang tuanya terhadap pilihan Dadi mengeluti olahraga balap sepeda perlahan luntur. Itu ketika sang anak pindah ke sepeda gunung tahun 2002. “Mungkin uang hadiah di balapan sepeda gunung lebih besar kali,” ujarnya sambil tersenyum.

Dadi pindah ke sepeda gunung atau bahasa sononya mountain bike (MTB) berkat ajakan Helmi Zen Oesman, yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Umum Koni Sumedang. Saat itu Helmi sering melihat Dadi ikut lomba balapan BMX. Helmi pun menyarankan Dadi mencoba MTB dan meminjamkan sepeda MTB.

Sejak itu ia giat berlatih. Peluang terjun ke pentas yang lebih tinggi pun menimpanya. Ia dipanggil Koni Sumedang untuk memperkuat kontingen Sumedang di Pekan Olahraga Daerah (Porda) di Indramayu—sekarang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov).

Tidak disangka, baru ikut Porda, Dadi langsung memperoleh emas. Hasil ini mengagumkan mengingat ia mesti melawan atlet senior macam Oki Respati dan Ferry Sonic. “Tidak menyangka saja bisa menang,” ujar ayah dua anak ini.

Selepas Porda, keinginan Dadi untuk melangkah jadi atlet nasional kian terbuka lebar. Koni Jawa Barat memanggilnya untuk ikut Pekan Olahraga Nasional 2004 di Palembang. Kali ini, lawan yang bakal ditemuinya adalah atlet nasional dan atlet kebanggan daerah. Sekali lagi, ia mampu berbuat yang terbaik, dan berhasil meraih perak. Ia hanya kalah dari Sugianto Gimo.

Perak PON yang ia raih menjadi tiket masuk pintu Pelatihan Nasional (Pelatnas). Ia dipanggil masuk pelatnas ketika ada kejuaraan Sea Games Filipina tahun 2005. Di Sea Games itu pelatih tidak memasang target medali kepada dirinya atau rekannya: Usman Ali dan Bandi Sugito. Namun, di luar dugaan, ia malah merebut medali emas.

“Bisa dapat emas saat itu kaget juga. Mungkin karena saya bertanding lepas dan tidak ada beban,” kata Dadi. “Semula memang pelatih hanya memerintahkan kita untuk bertanding saja. Apalagi pembalap Thailand dan Filipina tidak memperhitungkan saya saat itu,” Dadi menambahkan.

Lepas Sea Games itu, namanya mulai diperhitungkan pembalap lawan. Dari yang bukan apa-apa, jadi pembalap unggulan. Situasi itu jelas memberatkan dirinya. Kenyataan itu pun menimpanya di Sea Games Thailand 2007. Begitu bendera start dikibarkan, ia selalu dapat penjagaan ekstra dari pembalap lawan. Tidak ada peluang buat dia keluar dari penjagaan itu. Sepanjang trek, perhatian lawan terus tertuju kepadanya.

“Kemarin (Sea Games Thailand) lawan sudah mengenal saya. Jadinya susah buat saya untuk juara,” kata sahabat dekat Agus Suherlan ini.

Contoh lainnya adalah saat ikut kejuaraan di Kenyir, Malaysia. Dalam balapan berjudul Kenyir International Mountain Bike Challenge 2008, Dadi terus diburu Tawachai Masae. Setiap keluar dari rombongan dan menambah kecepatan sepedanya, Tawachai, peraih emas Sea Games 2007 asal Thailand itu, rajin menguntitnya. Ia pun gagal naik podium dan merelakan rekannya: Chandra Rafsanjani dan Bandi Sugito juara.

“Tawachai itu tahunya saya. Kemanapun saya pergi, ia pasti mengejar saya. Ini juga bagian dari strategi tim,” ujarnya.

Nama Dadi sudah “melegenda” di telinga penggemar sepeda gunung. Partisipasinya di pelbagai kejuaraan kerap mengundang pandangan penonton. Staminanya kuat dan tekniknya mumpuni. Sederet prestasi banyak lahir dari kayuhannya. Tahun 2008, ia mengantongi juara dua Mekarsari Mountain Bike National Challenge, juara pertama Polygon Jakarta Challenge, dan emas PON ke-17 di Kalimantan Timur.

Dadi bisa juara berkat latihan keras. Kalau tidak masuk pemusatan latihan, ia selalu berlatih sendiri. Jatahnya enam kali seminggu. Tiga hari latihan mengayuh di medan off road, sisanya on road. “Satu kali latihan nge-lap di off road,” ujar peringkat 239 dunia ini.

Latihan nge-lap dilakukan Dadi di trek Kereumbi, Sumedang. Ini trek temuannya. Panjangnya 7 kilometer. Porsinya tujuh kali memutari lap ini tanpa berhenti. Konturnya bervariasi: makadam, tanah, dan aspal yang agak kasar. Cycling pernah mencoba trek Kareumbi bersama Dadi, yang banyak memiliki tanjakan panjang. “Saya menyukai trek yang banyak tanjakan panjangnya,” katanya. “Kalau nemu trek seperti itu di lomba cross country, wah sudah, itu pasti milik saya,” Dadi menambahkan.

Kalau dianalogikan ke disiplin road, Dadi adalah raja tanjakan. Kini, penguasa tanjakan itu terus berburu gelar di pelbagai event cross country lokal maupun internasional. Selagi kakinya bisa mengayuh, ia akan tetap berkarir di dunia balap sepeda gunung.

Wednesday, July 30, 2008

Jelajah Bareng Peraih Emas PON 2008


Pada Sabtu, 26 Juli 2008, saya mengunjungi Sumedang, sebuah kota kecil di Jawa Barat. Bersama rekan: Hendrik, Anggoro Panji, Erik Ostmanovski, Doni Bima, Nirfan Rifki, Kodir Abdullah, Lulu dan Mang Udin, saya bersepeda menyusuri jalur off road nan indah menantang di kota yang terkenal dengan tahunya itu.

Jelajah bersepeda makin seru takala kami ditemani seorang atlet nasional sepeda gunung cross country, Dadi Nurcahyadi. Nama Dadi kian melejit seantero Indonesia akhir-akhir ini, berkat kemenangannya di PON ke-17 di Kalimantan Timur. Ia meraih emas.

Perjalanan bersepeda pertama dimulai Sabtu, 26 Juli. Lokasi treknya berada di kaki Gunung Tampomas yang memiliki ketinggian 1684 meter di atas permukaan laut. Cuaca pada pukul 2 siang, waktu start bersepeda kami rada adem. Kami memulainya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cimalaka.

Pertama menggowes kami sudah harus menemui medan tanjakan. Panjangnya sekitar 300 meter. Jalur makadam dan berpasir menjadi menu sarapan ban sepeda kami di sini. Pohon pinus di sisi kanan berdiri angkuh, seolah menertawakan kami, saat sepeda tidak bisa kami gowes lagi. Nuntun sepeda! bukan lah hal yang memalukan. Terkadang kaki memang sudah tidak bisa diajak kerjasama sampai menemui jalan datar.

Rekan saya, Kodir Abdullah, seorang newbie, bahkan mesti berjuang ekstra mendorong sepeda Muddy Fox. Nafasnya boros. "Rem depan gue nempel di ban terus nih," Kodir membuka pembicaraan dengan saya dan Anggoro yang menunggu di atas. Saya menyodorkan botol minuman kepadanya. Anggoro dengan logat jawanya menawarkan untuk bertukar sepeda.

"Enggak usah," kata Kodir yang penampilannya hari itu bak seorang pembalap handal dengan jersey merah putih dan sepatu Shimano ber-cleat. "Udah nih, biar gue pake sepeda lho, Anggoro membujuknya. Hus..huss..huss.. udara yang keluar dari mulutnya memecah kesunyian. "Bukan masalah sepeda juga sih. Tapi dengkul dah gak kuat," katanya. Spontan saya dan Anggoro tertawa cekikikan.

Sementara rekan lain sudah menunggu kami di atas.

Tidak berapa lami, rombongan kembali menyatu di sebuah tanjakan yang membelah pohon pinus. Nirfan Rifky sudah berada di atas. Tangannya memegang kamera dan siap menekan shutter ketika nemu momen bagus. Arah kameranya dibidik ke bawah. Satu-satu pesepeda mendorong sepeda. Rekan saya dari komunitas sepeda asal Sumedang, Titanic, juga ikut mendorong. Terkadang ada yang nekat menggenjot, tapi gagal. Hanya satu yang berhasil menggenjot sampai atas, dia adalah Dadi Nurcahyadi.

Weeeisss, sepeda melaju cepat. Setiap menemukan turunan, kami selalu melaju kencang. Tapi begitu ketemu tanjakan, kami menyerah. Kontur tanah berpasir, berbatu lepas, sukar buat kami taklukan. Kuatnya putaran pedal tidak ada artinya, karena ban sepeda slip melulu.

Iseng saya minta tips dari Dadi, yang saat itu menunggangi sepeda Polygon Cozmic RX 3.0, tentang cara mengayuh di medan berpasir dan berbatu lepas. Menurut Dadi, begitu menemui kontur tanah seperti itu, fokus perhatian berada di kaki. Tangan diusahakan jangan kaku, melainkan harus lemas dan agak menekuk. Posisi tangan seperti itu guna menjaga keseimbangan arah pergerakan sepeda saat dikayuh. Karena begitu Anda menggowes di medan berpasir, arah sepeda tidak selalu stabil lurus. Kadang-kadang sepeda melengos ke kiri dan ke kanan.

Kalau tanjakannya curam dan panjang, posisi badan agak membungkuk ke depan. Posisi gear belakang ditempatkan di tiga teratas dari yang teringan. Gear yang depan taruh di bagian tengah. Ini nantinya befungsi saat kaki Anda sudah tidak kuat mengayuh. "Kalau merasa dah tidak kuat, turunkan gear ke ringan. Tidak kuat lagi, pindahkan lagi posisi gearnya ke ringan. begitu seterusnya," Dadi pemegang medali emas Sea Games Filipina 2005 itu menyarankan.

Kalau tanjakan masih panjang, dan gear sudah ditempatkan ke yang paling ringan, Dadi mengatakan, itu dah tembok, alias dah mentok. Solusinya yaa nuntun.

Setidaknya, berkat tips singkat itu, saya jadi bisa mengayuh di medan berpasir dan berbatu lepas. Sayang, pedal saya tidak ber-cleat. Karena dengan teknologi itu kayuhan jadi lebih mudah.




Laju sepeda saya genjot perlahan. Kontur tanah disini kebanyakan makadam dengan lebar 1,5 meter. Kanan-kiri pohon pinus menjulang tinggi. Dekat-dekat menuju jalan raya Desa Jambu, Conggeang, Sukabumi, hamparan pohon salah berserakan. Satu dua buah salak kami cicipi. Manis. Anggoro menaru banyak salah di tas gembloknya.

Ketemu jalan raya, perjalanan dilanjutkan menuju objek wisata Cipanas Cileungsing. Jalan ini menyajikan "beribu" bonus. Dari warung yang ada di Desa Jambu, tempat kami beristirahat, hampir 7 kilometer kami melalui jalan menurun sampai ke objek pemandian air panas itu. Kami tiba pukul setengah 6 sore. Makan lantas mandi air panas. Segeeeerr.

Sunday, July 27, 2008

Pemenangnya Jabar

Jawa Barat keluar sebagai juara umum cabang balap sepeda PON ke-17 di Kalimantan Timur.

Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-17 di Kalimantan Timur itu selesai. Cabang olahraga balap sepeda menyelesaikan perlombaan terakhir pada 16 Juli lalu. Berarti, 10 hari cabang olahraga ini berlangsung. Semua disiplin: BMX, Trek, Road Race, dan Sepeda Gunung, sudah diketahui pemenangnya. Total 60 medali: 20 emas, 20 perak, dan 20 perunggu sudah tersebar ke pelbagai provinsi.

Hasil perolehan medali secara keseluruhan cabang ini, menempatkan Jawa Barat (Jabar) sebagai juara umum. Provinsi beribukota Bandung itu mengumpulkan 18 keping medali. Terdiri dari 7 emas, 3 perak dan 8 perunggu. Berada di tempat kedua, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta dengan 5 emas, 2 perak, dan 3 perunggu. Baru menyusul Jawa Timur dan DKI Jakarta, yang sama-sama mengoleksi 3 emas. Jatim lebih unggul dalam perolehan perak, yakni 8 perak. Sedangkan DKI hanya meraih 1 perak.

Trek: Tiga Rekor Nasional Pecah

Veledrome Komplek Stadion Perjiwa, Tenggarong, Kutai Kertanegara, pada 7 Juli lalu. Lokasi ini dipilih sebagai tempat berlangsungnya nomor permainan, Trek. Pada empat nomor yang dipertandingkan: Scratch Race, Point Race, Individual Pursuit (IP), Individual Time Trial (ITT), terjadi tiga pemecahan rekor, baik PON maupun nasional.

Uyun Muzizah memulai pemecahan rekor itu di hari pertama. Pembalap nasional yang membela Kaltim itu, mempertajam waktu Santia Tri Kusuma di nomor 500 meter ITT. Catatan waktu Uyun, 37,337 detik itu memecahkan rekor nasional yang sudah bertahan selama 5 tahun, yang dicetak Santia di Sydney, Australia, 38,426 detik. Uyun, 28 tahun, itu pun menjadi pembalap pertama yang dapat emas PON.

Selang beberapa jam, pemecahan rekor kembali terjadi. Kali ini di bagian putra. Pembuatnya, Sama’i, atlet nasional yang membela DI Yogyakarta. Pembalap berusia 30 tahun, spesialis sprinter ini memecahkan rekor PON nomor 1000 meter ITT. Rekor tahun 1996, 1 menit 8,580 detik atas nama Herryjanto Setiyawan, dibikin baru Sama’i jadi 1 menit 8,204 detik.

Satu hari kemudian, 8 Juli, pembalap Jatim, Angga Fredy Siswanto yang bertanding di nomor 4000 meter IP ikut memecahkan rekor PON. Angga mencetak waktu 4 menit 53, 077 detik. Ia memecahkan torehan waktu Suyitno yang dibuat tahun 2000 di PON Jatim, 4 menit 53,094 detik.

Namun, bintang di nomor permainan ini, tidak lain dan tidak bukan adalah Santia Tri Kusuma. Atlet nasional yang memperkuat DKI Jakarta pada PON ini selalu memperoleh medali di empat nomor yang dilombakan. Kepingan pertama, Santia merebut perak di ITT 500 meter. Hari keduanya, pembalap kelahiran Malang, 27 tahun ini, dapat emas di Scratch Race. Esoknya ia dapat perunggu IP 3000 meter dan emas Point Race.

“Saya senang bisa dapat semua medali di nomor Trek,” kata Santia Tri Kusuma kepada Cycling. “Dari awal, pengurus tidak membebani saya mesti dapat sekian medali. Tapi, dengan keberhasilan ini, yaa saya senang saja mas,” Santia menambahkan.

Road Race: Masih Diisi Muka Lama

Pembalap muke lama mendominasi nomor road race ini. Tentu kita kenal nama Tonton Susanto, Ferinanto, Nurhayati dan Matnur? Mereka lah yang juara di displin road race ini. Hanya ada satu pembalap kejutan yang meraih emas di disiplin road race. Dia, Yanti Fuchiyanti asal Jabar, yang meraihnya di nomor road race.

Perlombaan dimulai dengan nomor road ITT. Hari itu, 9 Juli, Jalan Wolter Monginsidi Tenggarong mendung. “Semoga lomba bisa berjalan lancar,” kata Daryadi Sadmoko, Komisi Wasit dan Perlombaan pada PON ini.

Nurhayati, pembalap kawakan asal DI Yogyakarta membuat kejuatan dengan menjuarai nomor road ITT. Di saat usianya beranjak 38 tahun, dan mesti menghadapi banyak pembalap muda, ia malah mencapai garis finis pertama. Pembalap kelahiran Jayapura ini mencatat waktu 29 menit, 28 detik, pada lomba yang menempuh jarak 20 kilometer ini.

Bagian putra tidak bisa menyelesaikan nomor ini. Tetesan air langit keburu turun. Tinggal sembilan balap yang belum start. “Perlombaan dilanjutkan Jum’at (11 Juli),” ujar Sadmoko.

Begitu pertandingan tunda dilangsungkan, Tonton Susanto, yang start di posisi terakhir mencatat waktu tercepat. Pembalap Le Tua Cycling Malaysia, yang kali ini membela Jabar, membukukan waktu 52 menit, 25,00 detik, pada jarak 40 kilometer. Ini PON terakhir Tonton. “Alhamdulillah target emas itu terpenuhi,” katanya, yang sudah ikut PON sejak tahun 1993.

Pada nomor selanjutnya, road criterium, Ferinanto menunjukan keperkasaannya. Mantan sprinter andalan Indonesia itu mempertahankan emas criterium-nya . Ini pembuktian bagi pembalap 30 tahun itu, kalau dirinya masih bisa bersaing, dan mampu mempertahan emas criterium.

“Saya dipanggil masuk Puslatda (Pemusatan Latihan Daerah) untuk mempertahan emas yang saya peroleh empat tahun lalu,” katanya, saat diwawancarai Cycling, awal Juni lalu. Ucapan itu pun terbukti.

Bagian putri, lagi, Nurhayati menambah pundi-pundi emas Yogyakarta. Berarti sudah 5 keping medali: 3 emas, 1 perak dan 1 perunggu, yang ia sumbangkan buat provinsi yang identik dengan sebutan Kota Pelajar itu. “Eksistensi saya di sini buat memotivasi yang muda. Masa kalah sama yang tua,” katanya, dikutip dari Kompas.com.

Nomor bergengsi road race dimulai 12 Juli. Lokasinya di Jalan Raya Tenggarong. Keluar sebagai juara adalah Matnur dari Yogyakarta dan Yanti Fuchiyanti asal Jabar.

BMX dan Sepeda Gunung: Milik Jabar

Tampaknya disiplin ini memang ladang medali buat Jabar. Dari 18 keping medali yang disediakan panitia, 10 medali “terbang” ke kontingen Jabar. Pendistribusiannya, 4 emas, 2 perak, dan 4 perunggu. Bintang Jabar pada PON ini adalah neng Risa Suseanty, 27 tahun.

Risa mulai mengumpulkan medali pada displin BMX Supercross. Lomba yang dilangsungkan 11 Juli, di Stadion Olahraga Tenggarong, Risa dapat emas. Empat hari kemudian, istri atlet sepeda gunung Singapura, Tan Hong Chun, ini menambah emas di nomor spesialisnya, sepeda gunung downhill.

Bertanding dalam kondisi tanak becek, di Bukit Pelangi-Komplek Kantor Pemerintahan Sanggata Kutai Timur, Risa kian menunjukan dominasinya. Ia mampu menuruni bukit sejauh 1,3 kilometer dengan waktu tercepat, 2 menit 1,97 detik. Dengan begitu, ia mencetak hattrick, karena selalu merebut emas downhill sejak tahun 2000. Medali terakhir Risa di raih di nomor cross country. Ia dapat perunggu.

Hari terakhir, 16 Juli, di Gunung Air Putih Samarinda, Jabar menggila. “Pasukan” sepeda gunung Jabar menguasai nomor cross country dengan merebut 5 medali dari 6 yang diperebutkan.

Kusmawati Yazid memulai “kegilaan” itu. Kategori putri yang mesti menempuh 3 lap—1 lap panjangnya 5,1 kilometer—, Engkus, sapaan akrabnya, melindas garis finis pertama. Ia membukukan waktu tercepat 1 jam, 4 menit, 10 detik. Tempat kedua direbut Jateng lewat gowesan Sri Suyamti.

Saat kondisi tanah makin becek, akibat guyuran hujan sebelum lomba, bagian putra memulai start. Maning, pembalap sepeda Jabar menunjukan kelasnya. Memutari lap sebanyak 6 kali, tiga pembalap Jabar: Dadi Nurcahyadi, Chandra Rafsanjani, dan Bandi Sugito, selalu tampil terdepan. Posisi itu dipertahankan hingga akhir lomba. Dan, tabungan medali balap sepeda Jabar bertambah tiga keping.

“Nomor sepeda gunung memenuhi target,” kata Engkos Sadrah, Ketua Ikatan Sepeda Sport Indonesia (ISSI) Jabar, dihubungi lewat telepon. Dengan demikian, 7 emas, 3 perak, dan 8 perunggu, menempatkan Jabar sebagai juara umum cabang balap sepeda.

“Medali yang terkumpul sampai hari terakhir melebihi target. Dua pembalap bikin kejutan,” ujar Engkos, yang sudah menjabat sebagai ketua umum ISSI Jabar sejak 2003. Yang dimaksud itu adalah Yanti Fuchiyanti yang juara di road race dan Agus Sofyan Ziad di scratch race.

Wednesday, July 23, 2008

Dede, Semoga Kelak Jadi Anak Sehat dan Soleh


Rasa bahagia seorang lelaki, bagi saya, memiliki istri yang soleha dan anak yang sehat dan berbakti. Poin pertama, Alhamdulilah sudah saya dapatkan. Perempuan muslim cantik itu saya nikahi 8 Desember 2007. Namanya Eka Dian Novita, mengandung arti anak pertama yang memberikan cahaya di bulan November. Poin terakhir bakal saya dapatkan kira-kira 22 atau 23 September, menurut perkiraan dokter kandungan RS Harapan Bunda, Pasar Rebo, Jakarta Timur.

Kepastian janin yang terdapat di kandungan istri saya terjadi akhir Januari 2008. Usai mengetahui, saya langsung berucap syukur, Allhamdulillah, ternyata Allah langsung mempercayakan kepada kami untuk merawat seorang anak.

Sekitar bulan keenam, saya membawa istri check up ke dokter kandungan. Kali ini saya tidak membawa ke RS Harapan Bunda, melainkan ke Balai Kesehatan St Carolus, Cijantung. Alasannya karena dekat rumah. Kepindahan itu sudah berlangsung selama lima bulan. Seperti biasa, saya dan istri nunggu giliran. Istri asyik menonton televisi yang jogrok di atas, saya malah sibuk membolak-balik mencari rubrik olahraga di Harian Kompas yang saya beli.

Selama memeriksa kandungan, memang saya kerap membeli koran harian. Biar tidak bosan nunggu-nya.

“Ibu Eka”, seorang suster berkacamata mengenakan seragam putih memanggil. “Ayo sayang,” saya mengajak istri masuk ke ruang dokter. Tidak langsung ketemu dokter, tapi menunggu lagi di kursi kayu, depan meja asisten sang dokter. Di dinding ruangan terpampang poster proses pertumbuhan bayi dari baru melahirkan hingga usia 3 tahun. Di sisi kanan meja sang asisten terdapat satu tempat tidur tertutup kerai putih. “Tunggu ya,” suster yang saya taksir berusia 40 tahunan itu menyilahkan saya dan istri menunggu.

Tidak lama, seorang ibu yang perutnya sudah membesar keluar ruangan dokter. Suster mempersilahkan kami masuk. “Ada keluhan,” tanya sang dokter. Pertanyaan pertama yang kerap saya dengar begitu duduk di depan meja dokter. “Tidak dok,” istri saya menjawab.

Istri saya langsung diajak suster rebahan di tempat tidur model persalinan, yang bagian ujung kakinya ada dua penyangga buat menaruh betis kaki. Tapi istri tidak memakai penyangga itu.

Dokter memegang alat deteksi dan mengoleskan ujung alat itu dengan sebuah gel. Tangan kirinya menyentuh mouse bulat, dan mata minusnya menatap monitor berukuran sekitar 8 inch—USG (Ultra Sono Grafi). Lalu alat yang sudah dilumeri gel itu sedikit menekan perut istri. “Oh, bayi di perut istri saya terlihat samar.”

Dokter menjelasakan, ini kepalanya, ini tulang belakangnya, ini tangan, kakinya, dan kayanya laki-laki. “Wow, saya bakal dikarunia jagoan,” gumamku. Tapi itu bukan yang utama. Bagi kami, apapun jenis kelaminya, yang terpenting istri bisa lahir normal, lancar dan kami dikarunia bayi sehat. Kami tidak mempersoalkan apa jenis kelaminya, karena ini anak pertama, cucu pertama bagi kedua orang tua kami.

Rasa bahagia kami susah diungkapkan. Terlebih saya. Bisa memiliki dua manusia yang baik, sayang, pengertian, dan ada disaat duka dan suka, sudah merupakan suatu nilai kebahagian yang tidak bisa ditukar dengan materi.

Segala bentuk perhatian pada bakal buah hati, kami curahkan semua bentuk kasih sayang. Elusan dari sang bunda selalu menemani dede waktu pagi, siang dan malam. Makan bergizi dan sehat menjadi asupan penting ibunya dan dede. Oiya. Dede adalah nama panggilan janin yang ada di rahim istri saya.

Kini, hari-hari kami dibalut kegembiraan. Saban siang, dede tidak bisa diam. Aktif. Ia merasa senang menemani mamanya berkerja. Malam hari, ia ingin dielus papanya. Sebelum tidur, saya membiasakan untuk menyapa dede dan mengelusnya. Respon yang dibalas dede adalah dengan menendang perut mamanya. “Senangnya saya.”

Tinggal 2 bulan lagi dede akan merasakan dunia luar. Kami selalu berdoa demi kebaikan dan kesehatannya. “Ya Allah, sebelumnya terima kasih atas segala rahmat dan rezeki yang Kau berikan kepada umatMu ini. Dan berilah kesehatan dan kekuatan kepada istri dan dede. Semoga kelak istri saya dapat melahirkan normal dan memiliki anak yang normal dan sehat. Amin.”

Monday, July 21, 2008

Trek Sederhana di Pekarangan Rumah


Trek tanpa nama ini terdiri dari lima media jumping-an. Sangat cocok buat pemula atau newbie.

Langit tidak sepanas siang tadi. Udara sudah terasa adem, saat saya mencoba trek permainan sepeda yang dibangun anak-anak komunitas sepeda gunung yang saban Sabtu-Minggu mangkal di hutan Universitas Indonesia (UI). Trek yang terletak di jalan M. Kahfi, Jagakarsa, Jakarta Selatan, itu merupakan trek dirt jump dan memiliki satu fitur berm.

Tempat permainan sepeda dirt jump ini lain dari pada yang lain. Bila umumnya banyak penghobi sepeda gunung membangun trek dirt jump di lahan kosong di luar permukiman, maka trek ini sebaliknya. Trek yang mulai dikerjakan Mei 2008 ini malah dibangun di pekarangan rumah.

Salah satu pemilik rumah adalah Damhar Rahmad. Ia penghobi sepeda gunung yang ikhlas pekarangan berukuran sekitar 40 x 8 meter itu disulap jadi tempat lompat-lompatan. “Secara keseluruhan, trek ini belum sempurna,” kata Damhar, yang ikut mengerjakan pembangunan trek itu.

Bersama puluhan pesepeda gunung yang kerap kongkow di kediamannya itu, kerja bakti pembentukan trek dikerjakan Sabtu-Minggu. Alasan hanya mengerjakan pada kedua hari itu, sederhana. Kebanyakan penghobi adalah pekerja kantoran dan baru melampiaskan hobinya saat weekend. Kondisi trek yang sederhana itu, pembangunannya memakan waktu sekitar 6 hari—karena dikerjakannya Sabtu-Minggu, berarti sekitar 1 bulanan.

“Anak-anak (penghobi sepeda gunung UI) sering main ke rumah. Dari obrolan, terbesit untuk ngebangun trek sepeda di pekarangan,” ujar Damhar, yang sudah menyukai olahraga sepeda sejak tahun 1987-an. “Ini ide anak-anak. Dan saat ini baru jadi seperti itu,” Damhar menambahkan.

Maksud Dahmar itu, trek ini terlihat sangat sederhana. Di situ terdapat lima media jumping-an. Rata-rata tingginya 15 sampai 30 sentimeter. Satu jumping-an terbuat dari dua kayu tipis panjang selebar sekitar 10 sentimeter, yang diletakkan diantara dua ban mobil. Boleh dikatakan, media melompat seperti ini hanya ada di trek ini.

Menurut Novri Lifinus, satu penghobi sepeda gunung yang sudah mencoba trek ini, media melompat dari kayu itu berguna buat melatih keseimbangan di atas sepeda. Cara mainnya, sepeda di gowes pelan, dan biarkan sepeda berjalan di atas kayu itu hingga kayu itu berada pada posisi horizontal dan kemudian jatuh ke depan.

Kemudian, dimana titik start trek ini? Tidak ada titik start. Namun, saya yang main ke trek ini pada 17 Juli lalu, memulainya di samping ayunan. Permukaan tanahnya flat, sehingga untuk memperoleh speed yang cukup, saya mesti menggenjot kencang. Dari situ sepeda dibawa menuju berm. Jaraknya sekitar 20 meter.

Dari berm saya menuju jumping-an pendek yang permukaan tanah atasnya tertutup karung. Selesainya di jumping-an setinggi 30 sentimeter.

Kurang puas, saya pilih jalan yang cukup panjang. Bila sebelumnya permainan sepeda dirt jump saya berakhir di jumpingan setinggi 30 sentimeter itu, maka kali ini saya putar lagi. Usai melewati media melompat terakhir, sepeda saya genjot melewati dua gundukan tanah pendek, memutar lagi dan menutupnya di rintangan keseimbangan yang terbuat dari dua kayu tipis di atas dua roda ban mobil.

Tapi kalau Anda masih belum puas, Anda bisa nge-laps lagi setelah melabas rintangan kayu dan memutar kembali menuju berm. Cara permainan seperti saya itu berfungsi melatih kekuatan fisik, melatih teknik lompatan, pendaratan dan keseimbangan.

Kategori trek seperti ini cocok buat seorang pemula (newbie). Di trek ini, jangan harap Anda bisa terbang tinggi disemua media jumping-an yang.dihidangkan. Tapi tunggu beberapa bulan atau beberapa tahun mendatang, mungkin table top dan double jump tinggi bisa dijumpai di trek tanpa nama ini. “Trek ini masih butuh masukan dan sumbang saran,” kata Damhar, 43 tahun. Mungkin butuh tenaga dan dana ya heee.

Lokasi trek ini mudah ditemui. Patokannya Stasiun Lenteng Agung (LA), Jakarta Selatan. Kalau Anda dari arah Depok menuju Pasar Minggu, sebelum stasiun LA Anda belok kiri jalan yang tembus ke arah Jagakarsa. Bila Anda dari Jakarta menuju Depok, ambil putaran balik di Gardu, depan SMA 109 Jakarta dan ikuti petunjuk dari arah Depok tadi.

Jarak dari belokan itu ke trek sekitar 700 meter. Perhatikan arah kiri perjalanan Anda. Jika ketemu pagar besi biru yang panjangnya sekitar 4 meter, di situlah letak trek itu. Di rumah Damhar itu pula anak-anak komunitas sepeda gunung UI berkumpul.

“Trek memang belum 100 persen rampung. Anak-anak masih memikirkan pembangunan selanjutnya. Segala bentuk saran dan ide kita tampung,” kata Damhar. Damhar menambahkan, lahan di samping trek itu masih kosong. Lahan itu bisa difungsikan buat pembangunan trek lagi. Belum lagi yang di samping kiri trek, yang berbentuk legokan, bisa juga buat main sepeda. Penasaran, kunjungilah.

Tuesday, July 15, 2008

Belajar Teknik Front Wheel Hop

Tidak punya banyak waktu main sepeda di daerah pegunungan? Mulailah mencari taman bermain dekat rumah, dan tambah “tabungan” teknik bersepeda Anda. Kali ini cycling akan mengasih teknik front wheel hop menggunakan sepeda gunung. Bahasa populernya, teknik melompat-lompat dengan tumpuan roda depan, sementara roda belakang ke atas.

Teknik ini dikutip dari ehow.com tentang teknik sepeda gunung, dan dicampur penjelasan dari sebuah video how to front wheel hop.

Langkah 1

Kenakan pelindung tulang kering (shin guards), helm sepeda dan sarung tangan (gloves) sepeda. Kemudian turunkan seat post Anda ke posisi terendah.

Langkah 2

Putar crank secara perlahan hingga sepeda bergerak pelan, kemudian segera pindahkan posisi crank ke horizontal.

Langkah 3

Tekan rem depan Anda hingga mengunci 100 persen, dan tahan rem itu maksimal dengan dua jari. Ingat! Anda membutuhkan jari lainnya untuk menggenggam grip. Yang fungsinya nanti untuk menahan dan mengangkat handlebars. Jika Anda kuat menekan rem dengan satu jari, berarti kekuatan memegang grip bertambah.

Langkah 4

Saat rem terkunci, biarkan roda belakang mengangkat.

Langkah 5

Pindahkan pantat Anda ke belakang. Tepatnya di bagian belakang sepeda guna memperoleh tenaga untuk membantu mengangkat roda belakang hingga naik.

Langkah 6

Atur posisi kaki Anda dalam posisi yang benar: posisi pedal belakang vertikal dan ujung jari kaki belakang menghadap ke bawah. Posisi kaki menekuk. Untuk kaki dan posisi pedal bagian depan sedikit horizontal. Perihal kaki mana yang berada di depan tergantung Anda. Bila kaki kiri Anda lebih kuat, berarti kaki kiri yang di depan

Langkah 7

Saat posisi kaki Anda benar, mulailah melompat-lompat. Yang patut diperhatikan, saat akan melompat-lompat, ban belakang harus sudah berada di poin tertinggi, dan juga sebelum Anda mulai kehilangan keseimbangan.

Langkah 8

Buat lompatan kecil dan lembut. Lengan Anda harus renggang dan tidak kaku. Posisi kepala saat melakukan lompatan kecil menghadap ke bawah atau roda depan, dan lurus dengan ujung roda depan.

Langkah 9

Lompat ke depan jika Anda akan jatuh ke depan. Demikian juga lompat ke belakang jika akan jatuh ke bagian blakang. Ini akan membentu anda mencapai titik keseimbangan.

Langkah 10
Langkah terakhir, biarkan roda belakang turun untuk kembali ke posisi awal.

Keterangan: Foto langkah 4 dan 5

Thursday, July 3, 2008

Evans: Saya Bisa…


Pembalap Australia Cadel Evans difavoritkan juara Tour de France. Bersama timnya Silence Lotto, ia yakin dapat meraih juara.

Cadel Evans, 31 tahun, memperoleh bib atau nomor lomba balap sepeda Tour de France (Tour), nomor satu. Tradisi itu berlaku untuk pemegang gelar juara tahun lalu. Karena juara bertahan Alberto Contador tidak ikut serta, maka “tahta” itu turun ke runner up. Ia juga difavoritkan sebagai juara Tour tahun ini.

Evans asal Australia bernaung di tim Silence Lotto, Belgia. Tahun ini ia baru meraih satu gelar juara. Itu direbut di kejuaraan Copie e Bartali, di Italia. Di Pro Tour Series, tepatnya di Vuelta al Pais Vasco, ia hanya meraih runner up. Lagi, di kejuaraan yang diadakan di Spanyol itu, ia kalah dari Contador.

Sisa kejuaraan yang diikuti tahun ini, pembalap bertinggi 1,74 meter ini hanya bisa merenggut juara etape. Seperti; Vuelta a Andalucia dan Paris Nice. Tidak heran jika pembalap kelahiran Katherina, Northern Territory, ibukota Darwin, Australia, ini berambisi juara di Tour.

“Tim mempercayakan saya. Mereka berkerja untuk saya dan berkerja 110 persen. Dua tahun lalu saya tidak yakin mengenai diri saya, jika saya dapat menang Tour. Sekarang indikasi ke arah sana ada. Saya bisa…,” kata Evans.

Tour ke-95 ini yang keempat buat “penduduk” Swiss (tempat tinggalnya selama ikut lomba) ini. Semuanya menempatkan dirinya di jajaran top ten. Tahun 2005 ia menduduki rangking 8. Setahun kemudian menempati peringkat 4.

Evans punya mental juara. Banyak kejuaraan dimenanginya. Tahun lalu ia menjuarai Pro Tour Series, kejuaraan seri balap sepeda jalan raya tim divisi satu. Ia pernah juara Tour of Romandie tahun 2006 dan Tour of Austria 2001 dan 2004.

Stamina Evans bisa kuat melahap kejuaraan yang memakan waktu berminggu-minggu berkat masa lalunya. Fisiknya bak “kuda” karena terpaan kompetisi sepeda gunung atau mountain bike (MTB). Itu kisah pertama Evans berkarir di dunia balap sepeda. Ia mengawalinya di lintasan cross country tahun 1990.

Kiprahnya di jalur balap sepeda pro karena bantuan Damian Grundy. Pelatih sepeda gunungnya yakin Evans bakal menjadi atlet nomor satu dunia. Untuk itu ia menyertakan Evans kecil di Kejuaraan Dunia Sepeda Gunung Junior 1995 di Kirchzarten, Jerman. Tidak sia-sia. Di Negara Adolf Hitller itu, Evans memperoleh perunggu.

Tahun yang sama, Grundy kembali membawa Evans ke luar negeri. Kali ini jaraknya ribuan kilometer dari Australia. Tepatnya di negara Amerika Latin, Kolombia. Di negara yang 72 persennya adalah hutan ini, Evans mengikuti Kejuaraan Balap Sepeda Sepeda Road Junior. Lagi-lagi kayuhannya berbuah medali perunggu.

Koleksi medali Evans di cabang sepeda gunung kian bertambah tahun berikutnya. Ia melengkapi rak medalinya dengan perunggu kejuaraan dunia U23 tahun 1996, perak kejuaraan dunia tahun 1997 dan 1999. Ia juga pernah juara MTB World Cup Series Cross Country tahun 1998 dan1999.

Evans mulai pindah ke nomor jalan raya tahun 2001. Pertama ia bergabung dengan tim Saeco. Sekarang bersama Silence Lotto, ia menatap gelar Tour. Impiannya bakal ketahuan 27 Juli nanti, saat Tour usai.(T)