Wednesday, July 30, 2008
Jelajah Bareng Peraih Emas PON 2008
Pada Sabtu, 26 Juli 2008, saya mengunjungi Sumedang, sebuah kota kecil di Jawa Barat. Bersama rekan: Hendrik, Anggoro Panji, Erik Ostmanovski, Doni Bima, Nirfan Rifki, Kodir Abdullah, Lulu dan Mang Udin, saya bersepeda menyusuri jalur off road nan indah menantang di kota yang terkenal dengan tahunya itu.
Jelajah bersepeda makin seru takala kami ditemani seorang atlet nasional sepeda gunung cross country, Dadi Nurcahyadi. Nama Dadi kian melejit seantero Indonesia akhir-akhir ini, berkat kemenangannya di PON ke-17 di Kalimantan Timur. Ia meraih emas.
Perjalanan bersepeda pertama dimulai Sabtu, 26 Juli. Lokasi treknya berada di kaki Gunung Tampomas yang memiliki ketinggian 1684 meter di atas permukaan laut. Cuaca pada pukul 2 siang, waktu start bersepeda kami rada adem. Kami memulainya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cimalaka.
Pertama menggowes kami sudah harus menemui medan tanjakan. Panjangnya sekitar 300 meter. Jalur makadam dan berpasir menjadi menu sarapan ban sepeda kami di sini. Pohon pinus di sisi kanan berdiri angkuh, seolah menertawakan kami, saat sepeda tidak bisa kami gowes lagi. Nuntun sepeda! bukan lah hal yang memalukan. Terkadang kaki memang sudah tidak bisa diajak kerjasama sampai menemui jalan datar.
Rekan saya, Kodir Abdullah, seorang newbie, bahkan mesti berjuang ekstra mendorong sepeda Muddy Fox. Nafasnya boros. "Rem depan gue nempel di ban terus nih," Kodir membuka pembicaraan dengan saya dan Anggoro yang menunggu di atas. Saya menyodorkan botol minuman kepadanya. Anggoro dengan logat jawanya menawarkan untuk bertukar sepeda.
"Enggak usah," kata Kodir yang penampilannya hari itu bak seorang pembalap handal dengan jersey merah putih dan sepatu Shimano ber-cleat. "Udah nih, biar gue pake sepeda lho, Anggoro membujuknya. Hus..huss..huss.. udara yang keluar dari mulutnya memecah kesunyian. "Bukan masalah sepeda juga sih. Tapi dengkul dah gak kuat," katanya. Spontan saya dan Anggoro tertawa cekikikan.
Sementara rekan lain sudah menunggu kami di atas.
Tidak berapa lami, rombongan kembali menyatu di sebuah tanjakan yang membelah pohon pinus. Nirfan Rifky sudah berada di atas. Tangannya memegang kamera dan siap menekan shutter ketika nemu momen bagus. Arah kameranya dibidik ke bawah. Satu-satu pesepeda mendorong sepeda. Rekan saya dari komunitas sepeda asal Sumedang, Titanic, juga ikut mendorong. Terkadang ada yang nekat menggenjot, tapi gagal. Hanya satu yang berhasil menggenjot sampai atas, dia adalah Dadi Nurcahyadi.
Weeeisss, sepeda melaju cepat. Setiap menemukan turunan, kami selalu melaju kencang. Tapi begitu ketemu tanjakan, kami menyerah. Kontur tanah berpasir, berbatu lepas, sukar buat kami taklukan. Kuatnya putaran pedal tidak ada artinya, karena ban sepeda slip melulu.
Iseng saya minta tips dari Dadi, yang saat itu menunggangi sepeda Polygon Cozmic RX 3.0, tentang cara mengayuh di medan berpasir dan berbatu lepas. Menurut Dadi, begitu menemui kontur tanah seperti itu, fokus perhatian berada di kaki. Tangan diusahakan jangan kaku, melainkan harus lemas dan agak menekuk. Posisi tangan seperti itu guna menjaga keseimbangan arah pergerakan sepeda saat dikayuh. Karena begitu Anda menggowes di medan berpasir, arah sepeda tidak selalu stabil lurus. Kadang-kadang sepeda melengos ke kiri dan ke kanan.
Kalau tanjakannya curam dan panjang, posisi badan agak membungkuk ke depan. Posisi gear belakang ditempatkan di tiga teratas dari yang teringan. Gear yang depan taruh di bagian tengah. Ini nantinya befungsi saat kaki Anda sudah tidak kuat mengayuh. "Kalau merasa dah tidak kuat, turunkan gear ke ringan. Tidak kuat lagi, pindahkan lagi posisi gearnya ke ringan. begitu seterusnya," Dadi pemegang medali emas Sea Games Filipina 2005 itu menyarankan.
Kalau tanjakan masih panjang, dan gear sudah ditempatkan ke yang paling ringan, Dadi mengatakan, itu dah tembok, alias dah mentok. Solusinya yaa nuntun.
Setidaknya, berkat tips singkat itu, saya jadi bisa mengayuh di medan berpasir dan berbatu lepas. Sayang, pedal saya tidak ber-cleat. Karena dengan teknologi itu kayuhan jadi lebih mudah.
Laju sepeda saya genjot perlahan. Kontur tanah disini kebanyakan makadam dengan lebar 1,5 meter. Kanan-kiri pohon pinus menjulang tinggi. Dekat-dekat menuju jalan raya Desa Jambu, Conggeang, Sukabumi, hamparan pohon salah berserakan. Satu dua buah salak kami cicipi. Manis. Anggoro menaru banyak salah di tas gembloknya.
Ketemu jalan raya, perjalanan dilanjutkan menuju objek wisata Cipanas Cileungsing. Jalan ini menyajikan "beribu" bonus. Dari warung yang ada di Desa Jambu, tempat kami beristirahat, hampir 7 kilometer kami melalui jalan menurun sampai ke objek pemandian air panas itu. Kami tiba pukul setengah 6 sore. Makan lantas mandi air panas. Segeeeerr.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment