Sunday, February 24, 2008

Aksi Sinting di Tengah Pameran

Jumping Contest


Sebanyak 30 rider ikut lomba Jumping Contest. Mereka lihai mengaplikasikan trik backflip, tailwhip, turndown dan 720 di dekat kerumunan pengunjung.

Hari itu, 17 Februari 2008, cuaca benar-benar tidak bersahabat. Hujan turun membahasahi lintasan BMX yang terbuat dari papan dengan konstruksi besi, atau lebih dikenal dengan jump box. Lintasan ini hanya terdiri dari satu rintangan dengan gap 40 sentimeter. Pada bagian rintangan ini, dituntun kelihaian rider untuk melewatinya, dipadu dengan satu trik yang membuat juri memberi nilai tinggi.

Rintangan lain, yang menguji “nyali” rider terletak di area landing yang licin akibat guyuran hujan. Area ini sempat ditutup terpal oleh panitia penyelenggara, dan dilap, namun trek tetap basah. Di bagian start, tempat rider memarkirkan sepedanya, hanya selebar 1,5 meter x 2,5 meter dan ditompang sebuah mobil box Polygon. Tinggi area start dari tanah sekitar 3 meter. Pada area ini, masing-masing rider menunggu giliran lomba BMX Jumping Contest, yang diselenggarakan di tengah acara Trend Mountain Bike 2008, di Jalur Pipa Gas (JPG), Tangerang.

Satu persatu rider menuruni puncak start, menggenjot sepeda guna menambah kecepatan dan hup, rider itu mengeluarkan trik table top, big air, 360, x-up, superman, nothing, turndown dan cancan. Trik semacam ini keluar disesi latihan dan kategori junior. Penonton yang tadinya sibuk mengunjungi tenda peserta pameran, langsung berpaling dan menghampiri area jump box, yang terletak di tengah-tengah lahan pameran, berhadapan langsung dengan panggung utama. Tepuk tangan penonton makin meramaikan suasana acara itu. “Gila itu anak,” komentar penonton, seorang bapak tua penghobi sepeda MTB yang menyaksikan langsung dari belakang police line kuning. Mungkin, kalau saja anak kandung itu bapak ikut, ia pasti melarangnya.

Bagaimana tidak? Lebar lintasan jump box di area lonjakan atau take off dan pendaratan (landing) hanya 1,5 meter, ditambah tempat penonton yang jaraknya cukup dekat, sekitar 40 sentimeter. Belum lagi gap antara take off dan landing itu bolong, tidak beralas papan, setinggi 1,5 meter dari tanah. Salah mendarat, sepeda BMX yang ditunggangi rider bisa terkena penonton. Konyolnya, penonton yang sudah diperingati panitia tetap nge-bandel menyaksikan dari dekat.

Dalam lomba, kategori junior, banyak didominasi rider usia muda dan pemain BMX pemula. Mereka banyak mengaplikasi trik dasar, seperti table top, big air, x-up. Sesekali ada rider yang mencoba mengeluarkan trik tailwhip, namun tidak dapat mendarat mulus. Juara pertama kategori ini diraih Andri Setiawan dari BMX Wimcycle Team dengan nilai 58,46 poin. Runner-up direbut Andi, rider yang disponsori Polygon, dengan nilai 56,99 poin. Tempat ketiga diduduki Opang dari Tangerang, nilai 55,66.

Keriuhan penonton terasa makin ramai ketika rider yang turun di ketegori senior memulai sesi latihan. Disini muncul nama rider yang tidak asing di telinga pecinta sepeda BMX Freestyle, seperti; rider Oakley; Rezza Aqmal Faizal (Reza), Okke, dan Matheus (rider yang mewakili Indonesia di kejuaraan BMX Flatland Asian Indoor 2007, di Macau). Lalu ada; Didi, Ryan Andhika dan Rifky dari BMX Wimcycle Team. Riders ini memulai aksi sinting mengaplikasi trik yang bikin penonton berkomentar, “gila”, sambil menepuk tangan dan menggelengkan kepala menanda kekaguman. Aksi sinting rider senior itu adalah mengeluarkan trik backflip, 720, tailwhip. Tidak satu rider saja. Tiga sampai empat rider melakukan aksi sinting itu.

Aksi backflip yang dikira sinting, muncul di tengah desakan dan teriakan penonton. Segerombolan penonton, yang berdiri di depan tenda milik anak-anak MTB Freeride Indonesia tidak henti-henti meneriaki, backflip…backfilp…backflip…dibarengi tepuk tangan. Teriakan itu didengar dan segera dipraktekan oleh; Okke, Didi, dan Rifky. Di saat pertandingan, trik backflip makin mendominasi. Triknya pun makin bervariasi. Tidak satu trik saja diperagakan, tapi dua trik dalam satu lompatan.

Didi, juara pertama kategori ini melakukan trik sinting dan lebih sinting. Pada salah satu putaran (round) --setiap rider mengeluarkan trik sebanyak tiga kali--, ia mengeluarkan dua trik, di satu lompatan, yakni, backflip-x-up. Begitu namanya dipanggil MC, ia menuruni sepedanya, menggowes mencari speed (kecepatan), melewati rintangan (rintangan ini ditahan 3 orang panitia di area take off agar tumpuannya menjadi berat), melompat dan memutar sepeda ke atas (backflip), lalu memutar stang menyilangkan kedua tangan berbentuk huruf X (x-up) saat posisi sepeda berada di atas badannya, atau simpelnya saat kepala menghadap ke bawah. “wow, semua penonton bersorak dan memberi aplaus meriah.”

Satu lagi kegilaan Didi terjadi di putaran selanjutnya. Rider dari Tim Chucky Bandung ini juga menerapkan dua trik sekaligus di udara. Di putaran itu, Didi melepas sepeda, atau memperagakan trik nothing, dan langsung X-up (trik combo). “Itu nothing to x-up,” ujar Ryan Andhika, rekannya sesama rider saat ditanyak nama trik itu. Trik berikutnya, ia memperagakan tailwhip. Dari ketiga trik ini, ia selalu mendarat mulus. Juri, terdiri dari dua orang, satu diantaranya dari Asosiasi BMX Indonesia, Insan Gunawan, memberi Didi nilai tertinggi 77,66 poin.

Di bawah Didi, terdapat Ryan Andhika, rider yang disponsori Polygon. Ryan menempati peringkat kedua dengan nilai 76,93 poin. Dalam pertandingan, ia juga memadukan dua trik sekaligus di udara. Trik itu dikeluarkan di putaran kedua. Ryan, yang di putaran pertama mengaplikasikan tailwhip, mencoba mencuri perhatian juri dengan trik front peg grab to no hand. “Trik ini harus dilakukan dengan cepat,” ujar rider kelahiran 5 Februari 1989 itu. Putaran terakhir, Ryan menutupnya dengan backflip. Hasil ini menyamai catatan prestasi terbaik Ryan, yang juga menoreh runner up di Kejuaraan High Air Muri 2004. Waktu itu di PRJ, lompatan setinggi 3,70 meter yang ia lakukan mencatatkan namanya di rekor Muri. Ia sebagai rider kedua yang melompat tinggi di rintangan kala itu.

Juara ketiga Jumping Contest diraih Rifky dari BMX Wimcycle Team dengan poin 76,83. Rifky mengeluarkan trik 360, backflip dan tailwhip. Trik tailwhip tidak diterapkan dengan mulus. Di landing, ia gagal mendarat dengan baik. Kondisi ini disebabkan licinnya area landing. Sejumlah rider juga mengeluhkan kondisi keseluruhan dari jump box dan jarak penonton ke area lomba. “Jump box ini kurang enak dipakai,” kata Reza, rider Oakley yang gagal naik podium. Sementara, Ryan Andhika mengeluhkan permukaan papan yang tidak rata karena adanya sambungan. Ditunjang penonton yang terlalu dekat dengan jump box. “Seharusnya jarak jump box dengan penonton sekitar satu meter,” tambahnya.

Kesuluruhan, Jumping Contest ini mampu membius penonton. Sampai tuntas, lomba ini dapat menahan penonton, yang sebagian besar adalah penggila sepeda gunung, pulang. Aksi sinting para rider itu benar-benar membuat penonton terus berdecak kagum. Trik variasi, maupun trik dasar yang diperagakan sungguh memukau.

Hasil Lengkap:

Kategori Junior:
Andri Setiawan (BMX Wimcycle Team) 58,56 poin
Andi (Polygon) 56,99 poin
Opang (BMX Tangerang) 55,66 poin

Kategori Senior:
Didi (Tim Chucky Bandung) 77,66 poin
Ryan Andhika (Polygon) 76,93 poin
Rifky (BMX Wimcycle Team) 76,83 poin
Jack (Bandung BMX) 76,00 poin
Matheus (Oakley, Xtoys) 73,83 poin

Thursday, February 21, 2008

Foto Tour de Langkawi 2008

Rekan saya, Sumanjaya, Fotografer Cycling, membawa hasil karya terbaiknya selama liputan Tour de Langkawi 2008. Ketatnya persaingan, ratusan pembalap, ribuan penonton, panasnya terik matahari, tertibnya lomba di Malaysia, terekam di kamera Nikon D 70 dan D 100. Berikut saya tampilkan beberapa foto jepretannya. Selamat memelototinya.


Ket Foto: Etape ketujuh, Kuala Rompin hingga Kuantan, sejauh 126,6 kilometer, pembalap tim AG2R La Mondiale Alexandre Usov (Belarusia) juara. Torehan waktunya 2 jam 52 menit 56 detik, mengungguli Mizan Hasan Maleki dari Tim Islamic Azad University, Iran.


Ket Foto: Ratusan pembalap memasuki rute Bandar Penawan sampai Kuala Rompin, sejauh 182,8 kilometer. Etape ini dimenangi Jose Serpa Perez (Saramenti PVC) dengan catatan waktu 4 jam 26 menit 43 detik.


Ket Foto: Ketatnya persaingan dan tempel menempel sesama pembalap menyebabkan dua pembalap jatuh di etape ketujuh.

Ket Foto: Empat pembalap mengenakan jersey kebanggaan setiap kelas. Jersey biru; Baek Sung Park (Korea/Seoul Cycling), Jersey Kuning; Mitchell Docker (Aus/Drapac Porsche Development Program), Jersey Merah; Chris Meschenmoser (Jerman/Team Ista), Jersey Hijau; Aurelien Clerc (Swiss/ Bouygues Telecom). Pemenang etape Alexandre Usov, mengenakan jersey tim, AG2R.

Pengganti LX dan Hone

Belum puas menikmati komponen sepeda gunung Shimano 2008, pabrikan asal Jepang ini sudah mengumumkan produk 2009. Produk itu diberi nama SLX. Komponen SLX yang akan hadir dipasaran meliputi; hub, crankset, front derailleurs, rear derailleurs, disc brake dan shifter. Berikut uraian singkat komponen itu.


Rear Derailleurs (RD) Shadow

RD dari Shimano SLX diperlakukan sama seperti pada XT dan XTR (full shadow). Keuntungan terbesar komponen ini terlihat dengan tipisnya part itu, sehingga mengurangi kemungkinan RD rusak akibat terkena benda-benda kecil (semisal pasir, rerumputan, akar, dan lain lain). Dan, SLX ternyata lebih pendek dibanding seri sebelumnya (seri SLX mengganti LX dan Hone), lebih cepat dalam respon saat dilakukan shifting. Komponen ini tersedia dalam dua pilihan, medium cage (GS) dan long cage (SGS) dengan berat yang hanya 260 gram (LX 303 gram dan Hone 428 gram).


Shifter

Shifter SLX Rapidfire Plus berfitur teknologi 2-Way Release yang memungkinkan lever/tuas releasenya dioperasikan pada dua arah. Lebih jauh, display gearnya sudah berfitur optical dan bisa dicopot-copot.

Disc Brakes

Disc brake SLX berupa rem hidrolik dengan tenaga pengereman 20% lebih besar dibanding LX dan Hone berkat dibenamkannya teknologi Servo Wave pada levernya.


Hub dan Freehub

Hub dan freehub SLX dikembangkan dengan sealing berkulitas tinggi dan terdapat bearing cup dan cone agar didapat penyesuaian yang cepat dan daya tahan tinggi terutama pada sisi samping. Selain hub standar untuk QR (9 mm), hub depan juga ada yang versi thru axle 20 mm. Ingat, pada SLX, hubnya sudah centerlock, sehingga hanya bisa tune dengan rotor yang juga centerlock.

Crankset

Crankset SLX terdiri dua tipe Hollowtech II untuk kepentingan bersepeda. Tipe pertama diperuntukan buat jenis sepeda All Mountain (AM). Fitur crankset AM meliputi; double chainrings 36/22T dan didesain untuk memberi range lebih dari yang terdahulu 32/22T. Sedangkan tipe kedua adalah untuk sepeda Cross Country (XC). Crankset triple buat XC ini merupakan generasi dari XT dan XTR. Tipe ini menggunakan kombinasi chainrings 44/32/22T.


Front Derailleurs

Front Derailleurs SLX dikembangkan Shimano mengikuti model crankset yang ditawarkan. Buat double chainset, SLX menawarkan jenis FD yang khusus diperuntukan untuk all mountain. Tipe FD ini cocok dengan desain frame full suspension. Sedangkan untuk triple chainset, SLX menawarkan versi top swing and down swing. Tipe ini cocok untuk cross country.

Wednesday, February 20, 2008

Tunggangan Terbaru Nicholas Vouilluz


Sepeda Lapierre DH-920

Saab Salomon sponsor Tim Balap Sepeda Gunung Downhill (DH) Lapierre Ultimate Cycles mengungkapkan sepeda barunya. Dua perusahaan gabungan Swedia-Perancis itu mengenalkan sepeda Lapierre DH-920, tunggangan Juara Dunia 7 kali Nicholas Vouilluz dan rider muda Danny Hart musim balap 2008.

Dilihat secara sekilas, lapisan frame DH-920 sama dengan sepeda DH-230 yang terlebih dahulu beredar. Namun, dari segi komponen, kedua sepeda ini memiliki sedikit perbedaan. Letak perbedaan mendasar berada di peredam shock belakang. Jika sepeda DH-230 lebih mempercayakan sistem kejut itu pada FOX seri DHX Air 5.0-travel 241 milimeter dari tekanan short-link FPS2 (teknologi suspensi Lapierre). Produk DH-920 lebih yakin dengan shock Fox seri DHX 5.0 Titanium Pegas. Peralihan sistem kejut udara ke pegas membuat tekanan travel DH-920 berkurang menjadi 200 milimeter.

Komponen lain yang melengkapi sepeda DH-920 tidak jauh beda dengan DH-230. Kedua sepeda ini sama-sama banyak dihiasi produk Shimano Deore XT. Produk asal Jepang ini menempel di DH-920 pada bagian transmision (derailleur), pedal dan sistem pengereman (brake). Fork Fox 40, Wheel Mavic Deemax, Handlebars Easton menyempurnakan sepeda berwarna chrome ini. Berat sepeda DH-920, 17,6 kilogram (frame 3700 gram).

Spek Lengkap:

Frame- Lapierre 920
Forks- Fox 40RC2
Shock- Fox Shox DHX 5.0 Titanium Pegas, 200 mm
Brakes- Shimano XT
Wheels- Mavic Dee Max 2008
Cranks- Shimano XT XC
Tyres- Hutchinson
Stem- Easton Havoc
Handle Bars- Easton
Devil Pedals- Shimano
Chain Device- E13 LG1
Derailleur- Shimano XT Shadow
Seat Post- Easton EC70 Carbon CNT Zero Seatpost
Seat- Selle Italia

Thursday, February 14, 2008

Kovarik Menang


Chris Kovarik menang lagi di Fontana Series ke-3, 10 Februari 2008. Dengan demikian, downhiller Tim Chain Reaction Cycles ini sudah mengantongi hattrick. Peringkat kedua dan ketiga diraih, Aaron Gwin dan Waylon Smith. (sumber: sicklines.com)

GT-DHi




• Price $5499.99
• Country of origin Taiwan
• Weight 40.8 pounds
• Frame tested 16.5" (Medium)
• Bottom bracket height 14"
• Chainstay length 17.25"
• Top tube length 24"
• Head angle 64°
• Seat tube angle 66.5°
• Standover height 30"
• Wheelbase 44.5"
• Suspension travel (front) 8.5"
• Suspension travel (rear) 7.9"
• Frame material Aluminum
• Fork RockShox Boxxer World Cup
• Shock Fox DHX 5.0
• Rims Sun MTX
• Tires Kenda Nevegal (2.3" rear, 2.5" front)
• Hub DT Swiss FW 440
• Brakes Avid Juicy 7
• Brake levers Avid Juicy 7
• Crankset Shimano Saint
• Shifters SRAM X.O trigger
• Front derailleur None
• Rear derailleur SRAM X.O
• Chainrings Shimano (42)

Sepeda: Balap Sepeda Bukan Impiannya

Sepeda: Balap Sepeda Bukan Impiannya

Rotec RL9



RL9 adalah frame terbaru Rotec yang menawarkan pengontrolan yang baik di tanah lapang. Desain floatong rear shock menghadirkan 9 inch travel.

Spek:

S M L

TT + (Effective) 21: (22.5") 22.0" (23.5") 23 " ( 24.5")
CS 17.18"
SS 16.25"
BB 14.5"
WB 45.5" 46.5" 47.5"
HT 5"

HA 66 deg with a 7 inch fork (aprox 22.0 inch axle to crown)
65 deg with an 8 inch fork (aprox 23.0 axle to crown)
SA 58/60 deg between the either the 7” or 8” (7-8 inch)
DT 24" 25" 26"

Tonton Juara Jelajah Malaysia

Jelajah Malaysia

Di etape keenam yang mengambil start di Kuala Kubu Bahru menuju Genting Highland sejauh 122.2 kilometer, pembalap Indonesia Tonton Susanto (Le Tua Cycling Team) memenangi duel sprint dengan pembalap Iran, Ghader Mizbani (Tabriz Petrochemical Team ) di 200 meter mendekati garis finish. Sepeda Tonton masuk finis terdepan dengan selisih waktu dua detik dari Mizbani. Hasil ini tetap mengukuhkan Tonton sebagai pembalap tercepat klasifikasi umum perorangan mengalahkan Mizbani dengan margin 11 detik.

Tonton hanya butuh finish terdepan dari Mizbani untuk meraih gelar juara Jelajah Malaysia, (7-13/1) di etape terakhir yang berlangsung di Dataran Merdeka. Karena saingan Tonton merengkuh gelar juara hanya datang dari pembalap Iran itu. Perbedaan waktu Tonton dengan Mizbani tipis (11 detik). Sementara dengan peringkat ketiga dan keempat, catatan waktu Tonton unggul jauh, yakni 4 menit 16 detik (Fredrik Johansson-Swedia) dan 5 menit 11 detik (Hossein Askari-Iran).

Di etape terakhir, mengambil jarak sejauh 58 kilometer, Tonton memacu sepedanya secepat mungkin mengungguli Mizbani. Dia pun masuk finish di peringkat 39, di atas Mizbani (posisi 46). Kecepatan menggenjot sepedanya juga mengalahkan Fredrik Johansson. Posisi Tonton hanya kalah dari Askari (posisi 20). Tapi selisih waktu Askari tidak menggoyah waktu Tonton secara keseluruhan. Pembalap kelahiran Subang, 24 September 1973 itu pun menjuarai kejuaraan ini pertama kalinya.

“Saya sangat bahagia hari ini (13/1-red). Saya mengucapkan terima kasih pada rekan tim, pelatih, manager tim dan seluruh staff Le Tua yang membantu saya memenangi gelar ini,” katanya seperti dikutip cyclingnews.com. Target Tonton selanjutnya adalah tampil sebagai pembalap Asia terbaik di Tour de Langkawi.

Sebanyak tujuh etape yang digelar di kejuaraan balap sepeda jalan raya Jelajah Malaysia, pembalap kebanggaan Indonesia ini tidak satupun meraih satu gelar etape. Raihan terbaik Tonton hanya peringkat ketiga di etape empat (Batu Pahat-Muar) dan keenam (Kuala Kubu Bahru-Genting). Dalam etape keempat berjarak 178.8 kilometer, kayuhan sepeda Tonton dari Fredrik Johansson dan Kohei Uchima (Tim Nasional Jepang). Sedangkan di etape keenam, juara pertama dan kedua dipegang Hossein Askari dan David Mc Cann (Irlandia-Giant Asia Racing Team).

Namun, penampilan konsisten dari mantan pembalap Wismilak Internasional Team diseluruh etape membawa dia meraih juara. Di etape satu sampai tiga, posisi Tonton masih berada di bawah sepuluh besar. Masuk etape ke empat, posisinya langsung menyodok ke peringkat pertama klasifikasi umum setelah finis di urutan ketiga. Posisi ini pun dapat dipertahankannya hingga akhir lomba.

Hasil Lomba:

Klasifikasi Umum
1 Tonton Susanto (Ina) Le Tua Cycling Team 21.32.38
2 Ghader Mizbani Iranagh (IRI) Tabriz Petrochemical Team 0.11
3 Fredrik Johansson (Swe) Team Differdange-Apiflo Vacances 4.16

Points classification
1 Anuar Manam (Mas) Le Tua Cycling Team 29 pts
2 Hossein Jahabanian (IRI) Tabriz Petrochemical Team 21
3 Suhardi Hassan (Mas) Kuala Lumpur Team 15

Mountains classification
1 Hossein Askari (IRI) Tabriz Petrochemical Team 16 pts
2 Tonton Susanto (Ina) Le Tua Cycling Team 8
3 David Mc Cann (Irl) Giant Asia Racing Team 6

Teams classification
1 Tabriz Petrochemical Team 64.54.33
2 Japan National Team 9.35
3 Le Tua Cycling Team 9.50

Raih Prestasi Berkat Dukungan Mama

Profil: Tara Llanes (Pro Mountain Bike Racer)

Sedari kecil tidak pernah terbesit dalam benak Tara Llanes untuk hidup di dunia balap sepeda. Dirinya hanya menyukai olahraga kompetitif yang beradu kecepatan. Mulai dari bergabung dengan tim balap lari 100m, 200m, 4x100m, loncat tinggi, bahkan ikut tim basket. Lalu, siapa sangka olahraga balap sepeda-lah yang membesarkan namanya itu.

Nama besar Tara mulai mengkilap ketika dirinya memperoleh medali emas snow mountain biking di ESPN Winter X Games 1999. Di event tersebut dirinya berhasil menyisihkan pembalap April Lawyer dan Elke Brutsaerth. Dan sekedar informasi, di elite putranya, medali emas di raih Steve Peat, juara Mountain Bike World Championship 2004 dan 2006.

Namun, nasib sial dialami Tara pada tahun berikutnya. Dirinya tidak bisa mempertahankan medali emas dan akhirnya hanya mampu meraih medali perak. Kesuksesan wanita kelahiran West Covina, California, USA, 28 November 1976 dalam kejuaraan sepeda gunung tidak berhenti disitu. Buktinya, ditahun yang sama (2000) dirinya sanggup mendapatkan medali perak dalam kejuaraan UCI World Championship Duals. Kemudian ditahun berikutnya, dirinya masih memperoleh medali perunggu pada kejuaraan yang sama di usia 25 tahun.

Prestasi yang paling di banggakan dari pembalap berambut coklat adalah juara di Norba National Dual Slalom tahun 2002. Selain prestasi di atas sepeda, dirinya juga menganggap membeli sebuah rumah di kota pada usia 21 tahun, keluar dari rumahnya serta tinggal di Colorado usia 17 tahun sebagai sebuah prestasi.

Ada satu prestasi lagi yang menurut saya lebih berkesan. Yakni, ketika memutuskan berhenti bermain di kompetisi basket dan terjun ke balap sepeda mengikuti kata hati saya,” ucap pembalap berperingkat 28 dunia di 2007 untuk 4X ini.

Ada segudang prestasi, tentunya ada pula kekecewaan yang dialami Tara saat berlomba. Namun, kekecewaan ini tidak banyak dibanding dengan prestasi yang diperoleh. Tara mengakui hanya dua kali dia mengalami kekecewaan terbesar. Pertama, pada saat dia gagal meraih juara di Norba Downhill National Championship 2000. Padahal saat itu dirinya sudah begitu dekat meraih kemenangan, tapi dia jatuh dua kali dalam putaran final. Yang kedua adalah disaat tim downhill-nya (Specialized) jatuh.

Raihan prestasi yang didapat Tara dari dunia balap sepeda, juga membawa namanya ke dunia entertain. Perusahan elektronik Sony Computer Entertainment Amerika Inc, melalui pengembang Incog Inc. Entertainment, telah menciptakan video games (downhill domination) platform Playstation 2 dengan memakai dirinya. Games ini merupakan extreme sport/racing yang dapat dimainkan oleh 1-4 pemain.

Dunia hiburan lain yang dituju Tara adalah bintang iklan dan foto model. Keterlibatan dirinya di profesi itu pun tidak lepas dari kebesaran namanya di balap sepeda gunung serta kecantikannya. Foto dirinya pernah terpampang di Maxim Magazine dan print ad minuman berenergi Eas Piranha.

Dari BMX ke Mountain Bike

Tara Llanes adalah salah satu pembalap duals slalom terbaik di dunia. Dia memulai olahraga sepeda sejak tahun 1988, berawal dari BMX kemudian berpaling ke sepeda gunung tahun 1994.

Tidak pernah terpikir olehnya, kalau dirinya bakal menjadi atlit sepeda balap. Pekerjaan yang dia jalanin ini tidak pernah direncanakan sebelumnya. Namun, kesempatan yang membawa pemilik mata berwarna hijau ini nimbrung di olahraga yang memacu adrenalin.

Olahraga yang lebih dahulu digeluti dirinya adalah basket. Dan itu terjadi saat dirinya masih duduk dikelas tiga sekolah dasar. Kegemarannya pada basket terus berlanjut hingga sekolah menengah pertama. Olahraga atletik pun juga masuk dalam kehidupan masa kecilnya. Kemudian, kegemarannya terhadap olahraga tersebut beralih ke balap sepeda BMX. Kegemarannya itu muncul saat dirinya bersama ibunya sering melalui trek BMX. Ibunya kerap mengajak Tara menonton balapan BMX di trek itu, atau lebih dikenal dengan “Orange Y BMX”. Seminggu setelah menonton balapan BMX, ibunya membelikan dirinya sepeda BMX warna pink dengan gear AXO abu-abu.

“Pertama kali mengikuti perlombaan di trek itu, saya merasa gugup dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun, siapa sangka malam itu ternyata merubah hidup saya,” ungkap Tara yang saat itu meraih posisi kedua.

Dua tahun kemudian, Tara sudah mengikuti persaingan di tingkat nasional. Dari hasil itu semua, dirinya berhasil masuk tim besar, Haro.

Setelah beberapa tahun dalam tim Haro, Tara mulai memikirkan sepeda gunung. Tepatnya di usia 16 tahun, dirinya mulai mencoba sepeda gunung. “Keinginan diri saya terhadap sepeda gunung saat itu sangat besar,” ujarnya.

Keinginan Tara untuk beralih ke balapan sepeda gunung mendapat respon positif dari manager tim Haro. Dirinya pun langsung disertakan dalam kompetisi Big Bear dan menang di kelas junior. Sejak saat itu, dirinya selalu berkeliling dunia dan bertemu banyak teman. (Tomi)

Biografi:

Nama: Tara Llanes
Tempat/Tanggal Lahir: West Covina, California, 28 November 1976
Tinggi: 5'4"
Berat: 118 lbs
Rambut: Hitam
Tempat tinggal: Brea, CA
Tim:
(BMX)
'88-'90 Aussie Racing
'90-'91 Haro
'91-'94 Haro/Crupi
(MTB)
'94-'96 Haro
'96-'97 Rotec
'97-'00 Specialized
'00-'02 Yeti/Pearl Izumi
'02-now Giant/Pearl Izumi

Prestasi:
Medali emas ESPN Winter X-Games Tahun 1999
Medali perak ESPN Winter X-Games Tahun 2000
Medali Perak UCI World Championship Dual Tahun 2000
Medali Perunggu UCI World Championship Dual Tahun 2001
Juara Norba National Dual Slalom Tahun 2002

Senang yang Memacu Adrenalin


In Whatever I do, I found my happiness when I have my head on Fire, close of the physical limits. DH Racing gives me that in every Run. When you are on the angle, full gaz on, Tyres power sliding on the ground and you get out of a corner just by a tree. You heart is shaking, your eyes are wide open and you feel the adrenaline going into your bludd… This is what makes me happy, and this is why I am doing MTB.

-Fabien Barel, Downhiller Perancis-

Postur Tubuh Bukan Penghambat

Profil: Popo Ariyo Sejati

Ukuran tubuhnya tergolong kecil untuk mengendarai sepeda gunung downhill. Namun hal itu tidak menjadi penghambat Popo Ariyo Sejati (21) terjun ke olahraga kereta angin. Berkat keberanian dan kecepatannya bersepeda menuruni lereng gunung yang curam, Popo siap meraup emas di masa depan. Kini, bersama klubnya Kencana Bike Malang, dia mulai membidik setiap kejuaraan nasional dan internasional.

Beberapa bulan lalu, Popo mengalami kesedihan yang mendalam. Target satu emas sepeda gunung yang dicanangkan PB ISSI dan Satuan Tugas (Satgas) Sea Games Thailand 2007 tidak tercapai. Dia kecewa lantaran beban itu berada dipundaknya. Padahal, merujuk hasil uji coba, dia berpeluang besar memberi emas pertama bagi Indonesia. Tapi, di puncak Bukit Khao Yai Thieng, Nakhon Ratchasima, Thailand, genjotan sepedanya kalah cepat dari Joey Barba (Fhilipina). Dia pun harus puas meraih medali perak.

Penampilannya di Sea Games ke-24 kemarin adalah yang pertama buat anak sulung dari empat bersaudara ini. Saat itu usia Popo masih muda. Dia belum mempunyai banyak pengalaman membela Merah Putih di event terbesar se-Asia Tenggara itu. Apalagi tahun 2007 itu, kali pertama Popo menekuni nomor downhill, setelah tiga tahun turun di cross country. Namun, kepercayaan yang diberikan pelatih dan manager tim dibayar dengan baik. Walaupun perak, setidaknya dia masih punya kans mengikuti event itu dua tahun lagi di Laos. “Saya akan membalasnya (Barba-Red),” kata pengagum Sam Hill dan Steve Peat ini.

Popo mulai pindah ke nomor downhill awal tahun 2007. Pelatihnya, Zainul menganggap skill (kemampuan) dia menuruni gunung lebih bagus ketimbang tanjakan. Tanpa paksaan, dia pun menyetujui saran pelatihnya itu untuk mencoba olahraga yang terbilang ekstrem. Dua bulan kemudian lelaki kelahiran Blitar ini ikut tes penyaringan bakal calon atlet Sea Games. Tak disangka, seleksi yang digelar di Bojun, Malang itu menempatkan dia diurutan kedua, di bawah Agus Suherlan dari DKI Jakarta. Bahkan, seniornya di Kencana Bike, Sugianto “Hoho” Setiawan dan Purnomo dibuat tak berdaya olehnya.

Dari situ Popo mulai sering terlibat event internasional. Kejuaraan yang paling besar dan bergengsi adalah Asian MTB Championships di China, Agustus 2007. Baru pertama ikut serta dan melawan pembalap tangguh dari ras kuning; Jepang, Taiwan, China, Hongkong dan Korea Selatan, Popo langsung menunjukan prestasi yang luar biasa. Dia mampu mematahkan dominasi kecepatan pembalap tuan rumah dan keluar sebagai juara dua. Catatan waktunya hanya kalah dari downhiller Jepang, Naoki Idegawa. Medali perunggu direbut Tsui King Man (Hongkong).

Tahun pertama yang mengesankan buat Popo. Dua raihan perak dikejuaraan internasional jelas bukan perkara mudah. Butuh perjuangan keras untuk memperolehnya. Hasil ini sangat timpang dengan jumlah gelar yang direbut di tingkat nasional. Maklum saja saat itu dia lebih banyak fokus membela Tim Nasional (Timnas). “Sekali saya mengikuti kejuaraan di Tanah Air. Itu pun hanya menduduki peringkat ketiga,” ujar lelaki kelahiran 24 Juli 1986 ini. Satu gelar itu didapat dia di kejuaraan downhill di Yogyakarta. Juara pertama dan kedua diperoleh rekan satu timnya, Hoho dan Purnomo.

Sebelum 2007 Popo lebih banyak turun di nomor cross country. Karena pertama kali datang ke Kota Malang tahun 2003, dia diplot untuk jenis perlombaan adu balap sepeda. Di nomor ini, prestasi Popo lumayan bagus. Setidaknya dia pernah menjuarai berbagai kejuaraan yang diadakan di Indonesia. Hasil yang berkesan buat dia adalah Kejuaraan Asia Open 2006 di Bali. Di Pulau Dewata itu dia menjadi pembalap tercepat kedua se-Asia. Selain itu, dia juga pernah merasakan kemeriahan lomba di Negri Jiran, Malaysia. Bertanding melawan rider dari Asean, Popo merebut medali perak dalam kejuaraan MTB Open itu.

Selain terlibat di kedua nomor itu, Popo juga pernah merasakan panasnya persaingan sepeda jalan raya (Road Race). Peristiwa itu hanya berlangsung sebentar. Pelatih melihat Popo tidak menunjukan hasil yang baik di disiplin ini. Sempat diturunkan untuk memperkuat barisan Kencana Bike di Tour Jabar dan Tour Semarang 2003, Popo tidak dapat membawa tim ke urutan terdepan.

Pengaruh Sang Bapak

Darah bersepeda Popo diwarisi Bapaknya yang hobi bermain BMX. Bapaknya yang bernama Seger Triyono memberi pengaruh besar terhadap perkembangan Popo kecil. Semenjak masih duduk di Taman Kanak-Kanak (TK), Seger sering mengajak dia bermain sepeda BMX. Lomba-lomba yang diadakan tempat kelahirannya, Blitar, juga sering disambanginya.

Popo sendiri baru menseriusi menjadi atlet balap sepeda ketika duduk di tingkat SMP. Dia aktif mendaftarkan diri setiap ada lomba balapan BMX di daerahnya. “Setiap ikut lomba saya sering menang,” kenang pengagum Hoho ini. Merasa tidak berkembang di kota kelahirannya, Popo kecil pindah ke Malang. Di kota yang letaknya di dataran tinggi itu, dia coba mengadu nasib di klub Kencana Bike. “Pertama ke Malang saya kelas 1 SMA,” katanya.

Kencana Bike merekrut Popo karena kegetolannya mengikuti lomba di daerah Jawa Timur. Dari situ, salah seorang pengurus mengajak dia untuk bergabung. Dan dia pun menyetujuinya. “Orangtua setuju saya ke Malang dan melanjutkan pendidikan di sana,” ungkapnya.

Di klub ini Popo tidak turun di satu nomor saja. Ada empat nomor yang pernah digelutinya; BMX, road race, cross country dan downhill. Perpindahan ini kebanyakan saran dari pelatih. Sebagai seorang pembalap yang penurut, dia tidak pernah melawan setiap instruksi dari pelatih. Semua dijalani dengan sama baiknya. Sekarang dia mulai difokuskan di nomor downhill dan diplot untuk menjadi penerus idolanya, Hoho.

Era Hoho sudah berakhir. Sekarang saatnya berpindah ke juniornya Popo. Dari skill dan teknik, Popo dan Hoho sama baiknya. Namun karena usia Popo masih muda, dia pantas didorong untuk menjadi yang terdepan dan terbaik. “Karirnya masih panjang. Dia memiliki bakat yang luar biasa. Kematangannya perlu diasah lagi dengan mengirim dia ke berbagai kejuaraan nasional dan internasional,” kata Sugeng Tri Hartono, Mantan Pelatih Timnas Indonesia saat dimintai pendapatnya. (Foto: Popo saat tanding di Gunung Pinang Cilegon. by; Sumanjaya/Majalah Cycling)

Biodata:

Nama : Popo Ariyo Sejati
Lahir : Blitar, 24 Juli 1986
Tinggi : 160 cm
Berat : 51 kg
Downhiller Fav : Sam Hill, Steve Peat dan Sugianto Setiawan (Hoho)
Prestasi :

2007
Perak DH Asian MTB Championship di China
Perak DH Sea Games ke-24 di Thailand
Juara 3 DH elite Kejuaraan DH di Yogyakarta
Juara 5 DH elite Kejuaraan MTB di Gunung Pinang Cilegon

2006
Juara 2 XC elite Kencana Puspitek Series di Serpong
Juara 4 XC elite Kencana Puspitek Series di Serpong
Juara 2 XC elite Kejuaraan MTB Malaysia Open
Juara 2 XC Kejuaraan Asia Open di Bali
Juara 2 XC elite Kejurnas Malang
Juara 1 DH (Hardtail) Kejurnas Malang

2005
Juara 4 XC Kejuaraan MTB Asean di Malang

Total Lawan Doping

Profil: Alberto Contador (Road Racer)

Mungkin banyak orang mengatakan, kemenangan Alberto Contador di Tour de France (TdF) 2007 karena faktor lucky. Bila saja Tim Rabobank tidak mengeluarkan pembalapnya Michael Rasmussen, Contador mungkin hanya menempati posisi dua. Itu pendapat orang. Faktanya, dirinya mampu mempertahankan posisinya ditiga etape terakhir.

Lance Armstrong, juara TdF tujuh kali sampai memuji penampilan Contador saat itu. “Saya pikir kita sudah melihat pembalap masa depan dari Spanyol dan mungkin internasional,” ujar Armstrong usai TdF 2007. Contador menjuarai TdF 2007 pada usia 24. Dia menjadi pembalap termuda kedua yang menjuarai TdF diusia segitu. Sebelumnya ada Jan Ulrich yang memenangi di tahun 1997.

Diakhir pergelaran TdF 2007, selain memperoleh jersey kuning, Contador juga meraih jersey putih. Warna jersey ini merupakan penghargaan bagi pembalap muda terbaik.

Menatap lomba TdF tahun berikutnya, Contador memandang optimis. Dirinya yakin dapat mempertahankan gelar balap sepeda terakbar di dunia itu. Walaupun rute yang akan dilewati berubah di TdF 2008, dirinya bersama tim barunya Astana tetap yakin.

“Ini jelas tidak bagus buat pembalap, ketika terjadi banyak perpindahan rute. Namun, sedikitnya tanjakan dari utara menuju selatan, membuat balapan menjadi lebih nyaman,” ujar Contador menanggapi perpindahan rute TdF 2008 yang diumumkan di Paris akhir Oktober lalu. Bersama Johan Bruyneel dan beberapa rekannya di tim Astana, Contador akan bahu membahu memenangi TdF 2008.

Prestasi Gemilang di 2007

Alberto Contador Velasco lahir di Madrid, Spanyol, 16 Desember 1982. Masa kecil Contador dihabiskan di Pinto, sebuah daerah di Madrid. Orang tuanya berasal dari Barcarrota, Badajoz, sebuah provinsi di Spanyol. Ditempat ini Contador mempunyai banyak saudara dan teman.

Putra ketiga pasangan Fransisco dan Fransisca mulai terjun ke olahraga sepeda berkat kakak tertuanya, Fransisco Javier (4 tahun lebih tua dari Contador). Sang kakak melihat Contador menyukai olahraga sepeda. Padahal sebelumnya, Contador selalu latihan sepakbola dan atletik. Namun, olahraga sepeda yang dia pilih untuk menjadi atlet profesional.

Contador memulai karir terpenting, saat dirinya memenangi etape kelima di Tour Down Under Australia 2005. Ini kemenangan pertamanya setelah dia menanggulangi gumpalan darah diotaknya. Gumpalan darah diotaknya ditemukan setelah dirinya roboh di stage pertama kejuaraan Vuelta a Asturias 2004 di Spanyol. Dari situ dia mengalami suatu perawatan penuh resiko, dan terus berusaha memperoleh kesembuhan untuk bisa kembali naik sepeda lagi.

Pengalaman mengerikan Contador itu menimpanya saat berkostum Liberty Seguros Wurth. Dia memperkuat tim Spanyol ini sampai 2006. Tahun berikutnya, Contador menandatangani kontrak bersama tim besar Discovery Channel Pro Cycling. Saat meneken kontrak, Contador dicurigai sebagai salah satu klien Eufemiano Fuentes, seorang dokter olahraga Spanyol yang menciptakan salah satu obat penguat stamina, yang dilarang dikonsumsi atlet.

Masa kejayaan Contador terjadi saat bersama Discovery Channel di 2007. Dimulai pada kejuaraan Vuelta a Castilla y León, lalu Paris Nice di bulan Maret dengan menang dramatis, hingga menutup gelar di Tdf.

Kemenangan mengesankan, menurut Contador saat menjuarai Paris Nice 2007. Dirinya baru bisa menjuarai lomba hingga detik terakhir. Sebelum etape terakhir dimulai, mengambil lomba di Nice, dengan format balapan di sirkuit, dia masih kalah dari Davide Rebeline (Gerolsteiner). Namun, dalam etape terakhir, Contador tampil menggila. Dia terus meluncur meninggalkan pesaingnya, termasuk Rebeline di kilometer akhir, hingga dia menang di event bergengsi itu.

Di bulan Juli, lomba TdF, Contador hanya meraih juara di etape 14. Hasil ini menempati Contador di peringkat kedua, di bawah Michael Rasmussen (Denmark). Keberuntungan didapat Contador pada etape 17, ketika Rasmussen dikeluarkan dari timnya Rabobank. Kasus itu membuat Contador berhak atas jersey kuning.

Di etape 19 mengambil jarak 55,5 km, dari Cognac-Angouleme, Contador mampu mempertahankan posisinya dari kejaran Cadel Evans dan berhak atas gelar juara TdF. Gelar TdF dari Contador ini menjadi kebanggaan Discovery Channel sejak ditinggal Lance Armstrong.

Setelah sukses bersama tim Discovery Channel di 2007. Contador mengumumkan pengunduran dirinya pada 23 Oktober 2007. Dia pindah ke tim Astana untuk lomba 2008.

Dituduh Doping

Pada TdF 2006, Contador pernah dihubung-hubungkan dengan Operacion Puerto Doping Case-skandal doping melawan Dokter olagraga Eufemiano Fuentes yang menciptakan produk doping--. Contador dituduh sebagai salah satu klien Fuentes bersama empat rekannya dari Tim Astana-Wurth (sebelumnya bernama Liberty Seguros).

Baru pada 26 Juli 2006, dia dan teman satu timnya dibebaskan dari tuduhan oleh badan balap sepeda dunia (UCI), setelah Hakim Antonio Serrano hanya menjatuhkan hukuman terhadap orang yang benar-benar dicurigai saja.

Di 30 Juli 2007, usai meraih juara TdF, ahli doping Jerman, Werner Franke menuduh Contador mengkonsumsi obat terlarang dimasa lalu dan menjadi salah satu atlet yang memakai obat dari Fuentes. Dimana nama dia dikaitkan dengan Operacion Puerto. Tuduhan itu tidak terbukti dan namanya kembali bersih satu hari kemudian.

“Aku berada dalam regu dan waktu yang salah saat itu. Sehingga nama saya tercantum dalam dokumen Fuentes”, ujarnya tegas.

Untuk membersihkan namanya dari skandal doping Operacion Puerto, dia membuat pernyataan umum di depan publik pada 10 Agustus 2007, bahwa dirinya merupakan pembalap yang bersih dari doping. Dan kecurigaan banyak kalangan tentang namanya yang dikaitan dalam skandal itu adalah tidak benar.

“Saya menang TdF dengan bersih. Ini mustahil dimengerti, saat banyak kalangan menanyakan integritas saya sebagai seorang olahragawan. Secara tegas saya melawan penggunaan doping.” Ungkap Contador. Sikap Contador ini layak diikuti pambalap lain. Go Contador. (T)

Biodata:
Nama Lengkap : Alberto Contador Velasco
Tempat/Tgl Lahir : Madrid, Spanyol, 6 Desember 1982
Tinggi Badan : 1.76 m
Berat Badan : 62 kg
Tim Sekarang : Astana
Disiplin : Road
Tipe Pembalap : Spesialis Tanjakan
Karir di Tim Profesional : 2003 – 2006 Liberty Seguros, 2007 Discovery Channel, 2008 Astana.
Prestasi Terbaik :
Juara Tour de France 2007 (Jersey Kuning dan Putih), Juara Paris Nice 2007, Juara Setmana Catalana 2005, dan Juara Vuelta a Castilia y Leon 2007.

Balap Sepeda Bukan Impiannya

Profil: Jose Antonio Hermida Ramos (XCO-Spanyol)

Menjadi pembalap sepeda gunung bukanlah impian masa kecil Hermida Ramos (30). Pembalap Cross-Country Olympic (XCO) ini lebih menyukai olahraga sketeboard untuk mengisi waktu kosongnya. Namun, dukungan dan arahan orangtua membuat Ramos berpaling keolahraga lintas alam itu. Terbukti, sampai kini, torehan prestasi Ramos membawanya menempati peringkat 2 dunia XCO, di bawah juara dunia Julien Absalon (Perancis).

Ramos memang tidak menjuarai kejuaraan besar di tahun 2007 lalu. Tetapi penampilan yang stabil, membuat dirinya menjadi pesaing berat Absalon. Hampir disemua kejuaraan yang berlangsung musim kemarin, Ramos sering membuat repot Absalon.

Awal kekuatan dan kecepatan Ramos menyaingi Absalon bermula dari kejuaraan World Cup (WC) XCO Seri-1 di Houffalize, Belgia. Disitu, genjotan sepedanya mengunguli Absalon dengan selisih waktu satu menit. Kemudian di seri-4, di Mont Saint Anne, Kanada, adu cepat kedua pembalap ini mewarnai lomba. Absalon memenangi seri ini, tapi hanya berselih sepersekian detik dengan Ramos.

Kiprah Ramos dilomba musim lalu tidak terlalu buruk. Walaupun gagal merebut gelar juara dunia dari Absalon, dia masih bisa meraih gelar lainnya. Salah satu yang memuaskan dirinya adalah emas Kejuaraan Eropa. Dalam pergelaran yang berlangsung di Cappadocia, Turki, dia mengalahkan empat pembalap terbaik eropa, termasuk Absalon. Ketiga pembalap lainnya adalah Fredrik Kessiakoff (Swedia), Christoph Sauser dan Florian Vogel dari Swiss. Selain gelar itu, dia memperoleh juara pertama di Kejuaraan Nasional Ceko dan Kejuaraan Nasional Spanyol.

Di usianya yang menginjak 30 tahun, Absalon mempunyai satu obsesi buat musim lomba tahun ini. Apalagi kalau bukan gelar juara dunia XCO yang rencananya diadakan di Val di Sole, Italia. Selama mengikuti kejuaraan diseluruh dunia, Ramos belum sekalipun mencicipi gelar ini. Terakhir dia hanya memperoleh medali perunggu di Kejuaraan Dunia 2005, di Livigno, Italia. Tahun itu emas direbut Absalon dan perak diraih Christoph Sauser.

Jadwal lomba musim 2008 sudah tertata rapi oleh Badan Balap Sepeda Dunia (UCI). Namun ada satu event besar yang juga menjadi ambisi Ramos tahun ini, yaitu Olimpiade Beijing, China. Ramos memendam rindu pada medali emas. Maklum saja, empat tahun lalu, di Athena, Yunani, Ramos hanya mampu mempersembahkan medali perak buat Negeri Matador, Spanyol. Kecepatan crank-nya tidak dapat membawa bendera Spanyol ke tiang tertinggi di Negeri Para Dewa itu. Untuk itu, tahun ini saatnya Ramos menunjukan pengabdian kepada Tanah Airnya.

Ramos memang pernah tinggal di Perancis, tapi itu hanya berlangsung selama 4 tahun. Di Negeri Mode itu, dia menghabiskan masa kanak-kanak. Setelah itu, orangtuanya membawa Ramos kembali ke Spanyol, tempat dia dilahirkan. Orangtuanya menginginkan Ramos memperoleh pendidikan dasar (Setingkat dengan SD-Red) yang bagus di Negeri Monarki itu.

Lelaki setinggi 172 sentimeter ini dilahirkan di Puigcerda, 24 Agustus 1978. Sebuah kota yang 7000 penduduknya berasal dari Pyrenean Catalan, berbatasan dengan Perancis. Kota ini merupakan tempat dia mengenal olahraga sepeda. “Saya tidak ingat kapan mulai menyukai sepeda,” katanya seperti dikutip melalui situs pribadinya, territorihermida.net.

Olahraga balap sepeda memang bukan pilihan Ramos. Semenjak kecil, Ramos cenderung memilih olahraga skateboard untuk mengisi waktu luangnya. Bersama teman-teman, Ramos menghabiskan waktu bermain papan luncur beroda itu disekitar tempat tinggalnya. “Tidak hanya bermain skateboard. Saya juga pernah menggeluti olahraga lari (atletik-red),” ujar pembalap yang juga menyukai sepeda BMX ini.

Ramos tidak tahu persis kapan dia menyukai sepeda. Dalam ingatannya, dia mengendarai sepeda sedikit lebih tua. Karena, diusia 14 tahun dia masih asyik bermain papan seluncur kesayangannya itu. “Saya menemukan sepeda MTB dengan harga tinggi sekitar tahun 1991-1992,” kenangnya.

Kenangan Ramos mengenai sepeda terjadi sekitar tahun itu. Temannya yang sedang mengendarai sepeda gunung (MTB) mengizinkan dia untuk mencobanya. Dari situ rasa ketertarikan memainkan sepeda muncul. “Saat itu melihat sepeda beroda besar dan lebar sungguh hebat,” tutur pembalap Multivan Merida Biking Team ini. Alasan lainnya, menurut dia, olahraga ini menawarkan kebebasan bermain, dimana tidak didapat saat bermain skateboard. “Berpikir realistis, tempat tinggal saya dulu bukanlah surga buat anak-anak skater. Disini penuh dengan pegunungan, jalanan mendaki, salju dan sedikit jalan aspal,” tambahnya.

Keinginan besar memiliki sebuah sepeda gunung, memaksa dia membuat taruhan kecil dengan orang tuanya. Dia mengatakan kepada orangtuanya, jika dia dapat lulus ujian pendidikan dasar dengan nilai bagus, dia ingin dibelikan sebuah sepeda gunung. Merasa memiliki kemauan tinggi untuk memperoleh sepeda gunung, dia giat belajar. Hasilnya, sepeda gunung Black Mongose menjadi mainan barunya. “Saya bukanlah seorang siswa yang buruk. Tapi taruhan itu merangsang saya untuk belajar,” katanya.

Melihat anaknya mempunyai minat yang tinggi untuk bermain sepeda gunung, membuat orangtuanya menebar nasehat. Ramos memang banyak menekuni kegiatan olahraga selama duduk dipendidikan dasar. Namun, keinginan yang satu ini melebihi olahraga lainnya. Orangtuanya pun memberi dukungan kepada Ramos untuk menseriusi balapan kereta angin ini. “Saya mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang mengusahakan dan merangsang saya memilih olahraga ini,” kenangnya.

Hari kosongnya tidak lagi diisi oleh papan seluncur. Dia bersama temannya sering mengendarai sepeda Mongose ke Cerdagne Valley, sebuah pegunungan di Pyrenese. Selama menggenjot dengan temannya, dia banyak menemukan tempat baru yang mengagumkan. Dari sini dia mempunyai banyak teman baru.

Aktif menggenjot sepeda, Ramos ditawari ikut lomba oleh salah satu teman barunya. Tepatnya musim panas 1992, dia bersama temannya itu mengikuti lomba sepeda gunung untuk pertama kalinya. Tempat lomba yang diselenggarakan di Livia, 5 kilometer dari Puigcerda, menjadi titik startnya menapaki dunia balap internasional. “Sebuah kenangan indah. Pertama ikut saya langsung juara,” ujarnya.

Semenjak itu, dia bersama orangtua dan istrinya, rutin mengikuti lomba yang diadakan. Mulai dari tingkat nasional sampai kejuaraan dunia. Jalan menuju ke kejuaraan dunia dimulai tahun 1995. Pada tahun itu Ramos mengikuti babak kualifikasi dan menang.

Tahun 1996 adalah awal mula Ramos menapaki ketatnya persaingan balap sepeda internasional. Trek di Cairns, Australia membuka jalan pemuda berusia 18 tahun itu menuju event bergengsi. Walaupun gagal meraih juara, setidaknya pintu ke arah arena World Cup, World Championships dan Olimpiade sudah terbuka. Sekarang, ketiga kejuaraan itu sudah dijajalnya.

Dalam kamus Ramos, tidak ada kata terlambat memulai sesuatu. Olahraga sepeda dikenal dalam usia yang tidak muda. Tapi lewat kemauan yang keras dan memulai dari hobi, kini semua dirasakan indah. Bagi dia, bersepeda adalah pekerjaan sekaligus hobi. “My hobby is my work and my work is my hobby”.

Biodata:

Nama Lengkap : Jose Antonio Hermida Ramos
Lahir : Puigcerda, Spanyol, 24 Agustus 1978
Hobi : BMX, Telemark, Cross Country Skiing
Tinggi : 172 cm
Berat : 63 kg
Pelatih : Quim Forteza
Klub Pro : Multivan Merida Biking Team
Disiplin : Cross Country Olympic dan Marathon
Ranking : 2 Dunia XCO (UCI)

Beberapa Prestasi:

2007
Juara 1 Nasional Ceko Cup
Juara 1 Nasional Spanyol
Juara 1 Kejuaraan Eropa di Turki

2006
Juara 1 Gran Premi Massi-Coppa Catalana, Spanyol
Juara 1 Nasional Ceko Cup
Juara 3 The Sea Otter Classic, USA
Juara 3 World Cup Series

2005
Juara 3 World Championship, Italia
Juara 2 World Cup Series

2004
Juara 2 (Perak) Olimpiade Athena, Yunani
Juara 1 Kejuaraan Eropa
Juara 1 Nasional Spanyol
Juara 1 Swisspower Cup Reinach

Keindahan Jatiluhur






Keindahan Jatiluhur - Ini perjalanan menjelajahi Jatiluhur sampai Jonggol, Bogor menggunakan sepeda gunung (MTB). Sebuah pekerjaan rutin bagi saya menelusuri trek sepeda off-road yang belum dijamah pesepeda. Rute ini begitu menantang, dipadu panorama nan indah dari Waduk Jatiluhur. foto: Yoga Wardhana/ Majalah Cycling

Wednesday, February 13, 2008

Cadel Evans: Pembalap MTB itu Berpaling ke Road Race

Cadel Evans pernah mengalami kejayaan di nomor cross country. Setelah sukses ia merambah jalan raya.

Sebelum 2001, Cadel Evans (31) lebih banyak berkecimpung di dunia balap sepeda gunung (mountain bike). Pernah beberapa kali turun balapan di arena criterium dan jalan raya (road race) atas saran pelatih. Semua itu dilakoni sama baiknya. Selepas tahun itu, ia mulai menseriusi kerasnya medan on-road, ketatnya persaingan balapan Pro Tour (kategori lomba divisi 1), dan lamanya jadwal lomba yang memakan waktu berhari-hari.

Evans memulai karir bersepedanya sejak kanak-kanak. Usia 2 tahun, ia sudah menaiki sepeda BMX anak-anak. Tapi, awal karir ia menekuni dunia sepeda secara serius, terjadi awal 90-an. Ia mengikuti kompetisi cross country (XC) lokal, pertama kali 1991. Selama tiga tahun, ia kerap memarkirkan sepedanya di garis start di setiap kejuaraan yang diadakan di negerinya.

Tahun 1994 Evans merambah dunia criterium dan road race. “Saat itu pelatih mengatakan, mungkin suatu hari kamu (Evans-red) tertarik di road,” ujarnya. Keterlibatan Evan di displin ini berkat dorongan pelatihnya saat itu, Damian Grundy. Saran sang pelatih kala itu bukan semata mengisi waktu kosong Evans di MTB, melainkan mengasah endurance-nya.

Pembalap kelahiran Katherine, Australia, 14 Februari 1977, ini pun meraih sukses. Kerasnya balapan di kedua displin itu, serta MTB XC, membawa ia ke panggung internasional. Berlanjutnya kayuhan sepeda Evans ke pentas dunia itu atas juga atas jasa pelatih MTB-nya, Grundy dan Kepala Pelatih Australian Institute of Sport (AIS) MTB Team, Heiko Salzwedel. Karena, selama menjadi anggota tim AIS, ia menunjukan performa yang luar biasa.

Kedua pelatih itu pun lantas mengikutsertakan Evans ke Kejuaraan Dunia Junior Sepeda Gunung di Kirchzarten, Jerman dan Kejuaraan Dunia Sepeda Jalan Raya di Duitama, Kolombia 1995. Keputusan menyertakan bocah 18 tahun (usia Evans saat itu) itu tidak sia-sia. Ia suskes menyabet medali perunggu di kedua kejuaraan yang berbeda itu. Hasil kedua event itu jelas membanggakan sang pelatih, yang nyatanya Evans bisa tampil sama baiknya.

Namun, seusai tampil di kedua disiplin itu, pembalap bertinggi 174 sentimeter ini lebih banyak menghabiskan hari-harinya di arena sepeda gunung. Evans memilih terjun di XC, nomor andalannya, di mana itu merupakan nomor pertama kali ia memasuki panggung balapan sepeda gunung. Dalam kelas junior, raihan terbaiknya adalah medali perak Kejuaraan Dunia Sepeda Gunung U23 1997 dan 1999.

Memasuki tahun 1998, ia mencapai klimaknya. Kayuhan kaki si pembalap road terbaik 2007 versi cyclingnews ini mencapai masa keemasan di dunia ketahanan sepeda gunung. Penyuka semua lagu U2 ini menorehkan namanya di buku Badan Olahraga Balap Sepeda Dunia (UCI) sebagai pemenang Kejuaaraan UCI MTB World Cup kelas elite putra XC mengungguli pencapaian nilai keseluruhan (overal series winners) pembalap Perancis, Miguel Martinez dan pembalap Norwegia, Rune Hoydahl. Sayangnya, gelar ini tidak barengi di Kejuaraan Dunia Sepeda Gunung di Mont Sainte-Anne, Perancis.

Setahun kemudian, kecepatan Evans masih terlalu tangguh buat lawan-lawannya. Gelar yang digenggam di tahun sebelumnya berhasil dipertahankannya. Kali ini Evans mempecundangi runners-up 1998, Miguel Martinez dan pembalap Swiss, Christoph Sauser. Ini kemenangan terakhir Evans di kejuaraan kategori dunia MTB sebelum ia beralih haluan ke pentas jalan raya. Sebenarnya, ia pernah mewakili Australia di kejuaraan multievent Olimpiade Sydney 2000, tapi hasil bagus tidak memihak ke dirinya. Ia hanya finish di peringkat ketujuh di negerinya sendiri.

Evans yang menutup akhir 2007 lewat kenangan manis dengan menyabet award di tiga kategori berbeda dari Badan Balap Sepeda Australia ini mencicipi panggung road race tahun 2001. Tim pro pertama yang menampung bakat pembalap pemilik berat 68 kilogram ini adalah Saeco. Bersama tim asal Italia ini Evans hanya mencatatkan satu prestasi di situs pribadinya. “Kemenangan karir profesional pertama saya di Eropa, Tour of Austria 2001,” tulis situs cadel.com.au. Waktu satu tahun pun dirasa cukup buatnya menimba ilmu dan pengalaman bertanding di tim ini. Ia pun hijrah ke tim sesama Italia, Mapei-Quicksteps.

Bahu membahu bersama Juara Dunia Road Race 2006, Paolo Bettini dan Juara Dunia tiga kali (1999, 2001 dan 2004) Oscar Freire Gomez, Evans menyabet beberapa gelar individu dan tim. Di kategori perorangan, ia menang di Road Time Trial Commonwealth Games dan Road-nya. Tiga kali menjuarai etape di tiga kejuaraan yang beda (Tour Down Under, Intl Uniqa Classic dan Settimana Ciclistica Internazionale). Bersama tim Mapei, ia membantu Bettini menyabet gelar perorangan di Liege Bastogne Liege, Belgia dan membawa Mapei menang di kategori tim.

Lagi, penyuka semua seri buku kartun Tintin ini hanya bertahan satu tahun di tim keduanya itu. Ia pun melancong ke negara eropa lainnya. Tepatnya di Eropa Tengah, Jerman. Di tempat lahirnya Martin Luther itu, Evans memperkuat Tim T-Mobile (now Tim High Road) selama dua tahun. Karirnya di tim yang berdiri tahun 1991 ini, Evans menorehkan satu gelar individu, yakni Juara Perorangan (overall winners) Tour of Austria 2004 dengan meraih satu kemenangan etape.

Petualangan Evans mengayuh sepeda di jalan raya berlanjut musim 2005. Musim ini, penyuka lagu REM, Cold Play dan Moby membela tim Pro Tour lainnya, Silence-Lotto. Ini musim pertama ia turun di arena grand tour Tour de France (TdF). Bertanding di kejuaraan sekelas TdF jelas bukan perkara gampang. Debut pertamanya pun tidak begitu memuaskan dirinya. Padahal diklasifikasi perorangan umum, Evan menduduki peringkat delapan. Posisi ini adalah pencapaian terbaik pembalap Australia di TdF era 90-an hingga abad milenium ini, setelah Philip Grant Anderson melakukannya di tahun 1981 dan 1985 dengan menempati peringkat lima.

Tahun 2006 suami dari Chiara ini memperbaiki peringkatnya. Masih membawa Tim Silence-Lotto, Evans bersama rekannya; Chris Horner, Oliver Kaisen, Robbie McEwen, Tom Steels dan Leon Van Bon bahu membahu mengejar gelar juara. Namun, ia gagal membawa timnya juara. Di kategori individu, namanya menduduki posisi 4, setelah Floyd Landis, Juara TdF didiskualifikasi akibat terbukti doping. Rekan satu timnya, Robbie McEwen meraih Juara Klasifikasi Poin. Masih di tahun yang sama, ia menyabet gelar Juara Umum Individu di Tour de Romandie-Swiss(TdR).

Perolehan gelar juara di TdR berakhir dramatis. Evans yang catatan waktunya sebelum etape terakhir kalah dari pimpinan lomba, duo Spanyol, Alberto Contador (Liberty Sugeros) dan Alejandro Valverde (Caisse d’Epargne-Illes Balears Team) berhasil menyalipnya. Di etape terakhir, babak Individual Time Trial sejauh 20.4 kilometer, berlangsung di Lausanne, gowesan sepeda Evan mengakhiri kejayaan duo spanyol itu di etape-etape sebelumnya. Ia pun ditasbihkan sebagai juara. Kalungan medali emas yang disematkan pihak penyelenggara di lehernya menjadi catatan sejarah bagi pembalap Australia ini. Ia pun menjadi pembalap Australia kedua yang memperoleh gelar ini (Phil Anderson-1989).

Sepanjang karir bersepedanya (sampai musim 2007), Evan dinobatkan Badan Balap Sepeda Australia sebagai pembalap sepeda terbaik yang dimiliki Negeri Kangguru itu. Ia adalah pembalap terbaik Australia di arena grand tour, TdF. Di mana, tahun 2007, Evan berada di peringkat kedua (klasifikasi umum), di bawah Alberto Contador. Hasil ini merupakan pencapaian tertinggi pembalap Australia dan pencapaian teringgi pembalap luar eropa. “Terlalu banyak emosi. Saya sudah mengalami masa-masa buruk dua tahun belakangan ini Banyak orang melupakan siapa saya. Dan, saya selalu percaya dengan diri sendiri dan beberapa teman yang membantu saya di masa sulit itu. Sekarang kamu akan menyaksikan Cadel tua kembali,” kata Evans saat diwawancara wartawan usai lomba di TdF 2005. Dua tahun belakangan itu, prestasinya merosot. Sekarang ia kembali. “The real Cadel Evans is back”.


Biodata:
Nama : Cadel Evans
Lahir : Katherine, Northern Terittory, Australia, 14 Feb 1977
Istri : Chiara
Tinggi : 174 cm
Berat : 68 kg
Displin : Road
Spesialis : All rounder
Team : ilence-Lotto (2005-sekarang)
Rangking ProTour : 4 (162 poin)
Prestasi :

MTB
Perak Junior World MTB Championships 1994
Perunggu Junior World Time Trial Championships 1995
Perunggu Junior World MTB Championships 1995
Perunggu U23 World MTB Championships 1996
Perak U23 World MTB Championships1997
Juara MTB World Cup XC 1998
Juara MTB World Cup XC 1999
Perak U23 World MTB Championships 1999


Road Race
Juara Tour of Austria 2001
Juara Road dan Time Trial Commonwealth Games 2002
Juara Tour of Austria 2004
Juara Tour of Romandie 2006
Runner-up Tour de France 2007