Friday, August 29, 2008

Jika Ketilang, Mintalah Slip Biru

Surat elektronik itu muncul di inbox email saya. Subjeknya, ….Slip Biru. Langsung saya buka. Isinya mengenai seruan untuk meminta slip biru kepada polisi lalu lintas saat kita melanggar lalu lintas. Dengan surat tilang biru itu, Anda tinggal membayar denda ke bank dan membawa bukti pembayaran ke kantor polisi, tempat Anda kena tilang. Denda itu masuk ke negara. Bukan ke kocek pribadi, seperti sering kita dengar dengan istilah “damai”.

Pada 10 Agustus, surat tilang biru itu tidak ada lagi. Petugas yang berjaga di pertigaan Ramanda Depok yang mengeluarkan pernyataan itu. Ketika saya melanggar lampu merah, saya langsung minta slip biru. Saya mengakui kesalahan. Makanya saya tidak mau dikasih slip merah. Namun saat saya minta, polisi itu berujar, “Slip biru sudah tidak ada.” Sejak kapan? “Sudah lama,” kata petugas itu. Akhirnya saya terima.

Polisi menulis di slip merah, sidang dilaksanakan 26 Agustus. Saya tidak bisa datang. Tugas kantor lebih penting pada hari itu. Besoknya baru saya sempatkan datang ke Pengadilan Negeri (PN) Depok.

Pertama menginjakkan kaki di PN, seorang lelaki menanyakan keperluan saya. Ketika tahu maksud saya, ia menawarkan membantu. Saya menolak. Saya bisa mengurus sendiri. Saya masuk pintu utama. Ada satu meja bertuliskan, “Tamu Harap Lapor”. Saya bertanya maksud kedatangan saya kepada petugas. Lantas sang petugas meminta surat tilang. “Sebentar saya periksa dulu ya,” kata petugas itu.

Tidak lama petugas itu datang. “Kena 50 ribu,” ujarnya.” Wow, sudah naik ya,” kataku. Karena sekitar 6 bulan lalu, denda melanggar lampu merah, 30 ribu. Saya ketilang di Otista, Cawang, Jakarta Timur. Akhirnya saya putuskan bertemu langsung petugas yang mengurusi bagian surat tilang.

Saya disuruh masuk ke ruangan. Ada tiga petugas (dua laki, satu perempuan) yang sedang berkerja. Yang laki sedang merapikan surat tilang. Saya tanya berapa denda pelanggaran saya. Satu orang menjawab, 40 ribu. “Bukannya 30 ribu pak,” kataku. Saya bilang, beberapa bulan lalu saya juga melanggar lampu merah, dendanya di PN Jak-Tim hanya 30 ribu.

Temannya tiba-tiba berujar, di Bekasi Anda bisa kena 70 ribu. “Oh jadi setiap pengadilan punya tarif yang beda ya,” kataku. Lelaki pertama menjelaskan, itu karena Anda tidak ikut sidang, kalau Anda datang kemarin mungkin dendanya 35 ribu atau 30 ribu. Padahal sewaktu di PN Jak Tim saya juga tidak ikut sidang.

Lalu mata saya menatap sebuah kertas berwarna biru (slip biru) di meja petugas itu. “Pak slip biru ini masih ada tidak sih?” kataku. Petugas itu menjawab, ada. “Kalau Anda dikasih slip biru, bayar dendanya di bank.” (polisi dan petugas pengadilan tidak klop). “Oh gitu ya pak,” kataku.

Akhirnya saya bayar denda 40 ribu. Mudah-mudahan itu bisa bermanfaat buat pembangunan Kota Depok yang ada beberapa titik ruas jalan masih rusak, seperti jalan masuk menuju Depok 2 Tengah dari jalan Juanda.

Saran saya, begitu kena tilang dan Anda mengaku salah, mintalah slip biru. Karena itu masih ada. Anda mungkin lebih ikhlas kalau uang Anda itu buat kepentingan dan pembangunan negara. Jadi bayarlah denda ke "wadah" yang benar. Di Bank, Kantor Polisi atau Pengadilan Negeri. (Ilustrasi mafatihul.files.wordpress.com)

No comments: