Wednesday, May 14, 2008

Mungkin Poin, Mungkin Lomba, Mungkin...


Keterangan Foto: Risa Suseanty, satu atlet yang pernah dicoret Timnas pada Sea Games 2007. Padahal dialah ratu downhill Indonesia saat itu. (Foto Yoga Wardhana)

Tulisan Senggang: Tomi Nala

Iseng saya bertanya mengenai poin lomba. Iseng saya bertanya mengenai kriteria atlet yang dikirim lomba ke pentas internasional.

Kurun waktu dua minggu, pada akhir April dan awal Mei 2008, Majalah Cycling mendapat banyak (jika diukur dari undangan bulan sebelumnya) undangan peliputan. Ada kejuaraan cross country (XC) di Bali, Bogor dan Malaysia. Lalu ada Kriterium Series di Jakarta. Kemudian meliput seminar tentang penggunaan sepeda di Universitas Indonesia.

Sekian event itu kami bagi rata. Siapa yang ke Malaysia, siapa ke Bali, siapa yang meliput di Jakarta dan siapa yang menyambangi Taman Buah Mekarsari satu minggu kemudian. Saya mendapat jatah meliput kejuaraan Urban DH dan XC di Bali serta Kejurnas XC di Mekarsari. Mendapat dua kali kesempatan meliput event besar itu saya manfaatkan dengan baik. Maksudnya, menggali segala informasi, isu tentang dunia sepeda, dan mencari berita untuk rubrik yang saya asuh.

Karena kedua event itu besar, tentunya yang datang pun “dedengkot” dunia balap sepeda Indonesia. Mulai kalangan atlet, pelatih, penghobi, pengurus klub sepeda, dan pejabat PB ISSI. Di Bali, saya berkesempatan berbincang ngalur- ngidul dengan Bapak Daryamadi Sadmoko. Beliau adalah Komisi Perwasitan dan Perlombaan PB.ISSI. Tubuh tambunnya sering terlihat di balapan sepeda segala disiplin.

Sepanjang malam, usai menghabiskan waktu di siang hari bolong, Sadmoko bertutur perihal penerapan sistem poin pembalap. Tema ini memang sengaja saya tanyakan dengan tujuan, atlet seperti apa yang dikirim ke balapan internasional. Apa kriterianya?

Kriteria? "Mungkin" pembalap terbaik saat ini yang dikirim. Bagaimana menilai kalau atlet yang dikirim itu memang terbaik? Penilaian pelatih, penilaian masyarakat, penilaian manager Timnas Indonesia, atau ada penilaian lain. Itu bisa jadi penilaian subyektif. Menurut pelatih, si A bagus. Kata manager, si A yang tercepat. Tapi menurut masyarakat penggemar sepeda, si A itu kalahan dan si B lah yang layak dikirim.

Opini publik kerap muncul. Perbedaan pendapat dan pandangan pasti ada. Jalan keluarnya? “Mungkin” menjalankan sistem poin. Dengan hadiah poin disetiap lomba, atlet akan berpacu meningkatkan prestasi. Keluar semangat dari atlet untuk memburu poin agar berkesempatan membela Merah Putih di panggung internasional. Dan tentunya mengejar penghasilan yang besar dari pemerintah. (sekedar mengingatkan: satu keping emas Sea Games Thailand lalu berharga 200 juta rupiah).

Menurut Sadmoko, sistem poin memang mesti diterapkan dan dipatuhi. Namun tentunya diimbangi dengan lomba yang berkualitas. Bila sistem poin ini diberlakukan, kita bisa lihat siapa pembalap yang sering juara dan memiliki poin tinggi. “Mungkin” pemilik poin tertinggi itu yang dikirim bertanding di kejuaraan internasional.

Lebih dalam, wacana ini pun saya tanyakan kembali saat liputan lomba di Mekarsari. Kebetulan, di barisan bangku kehormatan duduk pria nomor dua di lingkungan PB ISSI, Sofian Ruzian. Kepada beliau saya menayakan tentang sistem poin yang pernah dilontarkan kepada saya beberapa bulan sebelumnya. Saat itu beliau meminta kepada panitia lomba untuk me-record semua hasilnya, terutama dari kategori elite (atlet). Agar terlihat jelas siapa atlet terbaik Indonesia saat ini. Perintah itu demi penghitungan poin juga.

Nantinya pembalap yang memiliki poin tertinggi akan membela Timnas Indonesia di pentas internasional. "Mungkin" secara rutin mengikuti seri World Cup dan World Championships.

Kejuaraan di Mekarsari, yang baru pertama kali, belum masuk hitungan poin. Sistem poin berlaku untuk event kejurnas dan setidaknya sudah mendaftarkan lomba setahun sebelumnya. Hingga pihak ISSI bisa menentukan event mana saja yang layak diiterapkan sistem poin. Tahun ini, untuk kategori sepeda gunung XC, poin dimulai dari lomba XC di Kebun Binatang Ragunan ( Polygon Zoo Jakarta Challenge) dan dilanjutkan di Pekan Olahraga Nasional di Kalimantan Timur.

Balapan road diukur dari kejuaraan besar Indonesia: Tour de East Java, Polygon Tour de Jakarta, Tour de Indonesia atau Kriterium Series. Downhill dan BMX Racing “mungkin” dimulai di PON 2008 ini.

Sistem poin diterapkan. Bagaimana dengan lomba berkualitas? Sofian Ruzian, yang merupakan mantan pembalap sepeda jalan raya Indonesia, berpesan kepada pihak penyelenggara yang hendak bikin lomba balapan sepeda sebaiknya mendaftarkan jadwalnya ke ISSI setahun sebelumnya. Dengan begitu, semua event tersusun rapi, dan “mungkin” kasus bentrok dua event tidak terjadi. Agar pembalap berkemampuan “ganda” tidak mengorbankan satu event.

Mari sama-sama kita dukung program ISSI itu demi kemajuan balap sepeda Indonesia. Daftarkan event Anda setahun sebelumnya. Dengan begitu, “mungkin” program dari ISSI itu dapat terealisasi dengan baik. Tentunya dengan dibarengi kontrol dan pantauan dari pihak media selaku penyebar informasi.

Ayo majukan balap sepeda Indonesia!

No comments: