Friday, May 9, 2008

Chandra Ariavijaya: Tokoh Dibalik Kesuksesan Atlit MTB Indonesia

Pinggir lintasan balap sepeda mountain bike cross country (XC), di Cikole, Bandung, seorang lelaki yang selalu memakai kacamata hitam terus memacu semangat anak didiknya. Dari raut wajahnya tidak nampak kelelahan. Dalam lomba Pra Pon 200 itu, lelaki itu terus memompa semangat anak didiknya yang sedang bertanding. Satu putaran, dua putaran, tiga putaran, hingga putaran terakhir, teriakan atau instruksinya itu kian terlontar dari mulutnya.

Lelaki itu Chandra Ariavijaya. Hampir disetiap event balapan sepeda gunung, Chandra selalu menyempatkan hadir. Entah sebagai pelatih, maupun sabagai peserta lomba. Sebagai pelatih, pengalamannya sudah tidak perlu ditanyakan. Dia adalah mantan pelatih sepeda gunung Indonesia. Saat menjadi pelatih nasional, dia terlibat dalam program Indonesia Bangkit. Sebagai peserta lomba, dia adalah jawara downhill kategori master C.

Totalitas lain Om Chandra, sapaan akrabnya, di dunia sepeda gunung adalah dengan mendirikan racing manajemen. Namanya sering “terngiang” di setiap event sepeda gunung, yakni Charmdevo (Chandra Ariavijaya Management Racing Team).

Atlet yang berada dinaungan Charmdevo itu tidak pernah kering prestasi. Sebut saja Risa Suseanty, Sugianto Gimo, Ferinanto, Martha Mufreni, Sugianto “Hoho” Setiawan dan Ferry Sonic. Mereka sudah banyak mengaharumkan nama Indonesia di dunia internasional melalui prestasinya. Seperti medali emas Sea Games.

Dari jajaran young guns, tercatat nama Bandi Sugito, Chandra Purnamawan, Afrizal, dan Ade Wahyu. Mereka sama seperti para seniornya. Yakni sama-sama menuai banyak gelar juara di event nasional maupun internasional.

Bandi Sugito (20), pembalap disiplin cross country, menggondol gelar di Penang International MTB Challenge 2005, KL International MTB Championship 2005, SACA MTB Race II 2006 di Tampines, dan Kenyir International XC, di Trengganu 2006. Kemudian ada nama Chandra Purnamawan yang juga meraih juara di SACA MTB Race II, SACA XC Race Singapura 2006 dan KL International MTB Championship 2005.

Dua pembalap itu tergolong muda. Tapi jangan salah. Di bawah mereka masih ada anak didiknya yang lebih muda dan belum waktunya untuk diorbitkan. “Saya masih punya anak didik yang lebih muda,” ujar lelaki kelahiran 17 Januari 1964 itu.

Chandra pintar mencari bibit muda pesepeda gunung. Keaktifannya hadir di hampir setiap event adalah untuk memperhatikan pembalap muda.. “Muda dan berkemauan keras untuk menjadi atlet sepeda gunung,” ujar mantan atlit Cannondale Asia Pro Rider itu.

Alasan mengapa Chandra melakukan pencarian bibit muda itu, didasari atas pengalamannya bertanding di kejuaraan MTB di Eropa khususnya di Inggris. Hampir disetiap pertandingan, ia selalu menyaksikan pembalap Jepang. “Kalau Jepang bisa memunculkan banyak atlit muda, mengapa Indonesia tidak,” katanya.

Dari pengalaman itu, sekitar tahun 1991, dirinya pulang ke Indonesia dan memulai pencariannya. Atlit pertama yang direkrutnya adalah Martha Mufreni di tahun 1993. Lalu, menyusul Risa Suseanty, Ferry Sonic, Ferinanto, Sugianto ‘Hoho’ Setyawan dan Sugianto Gimo. Cuma butuh waktu 2 tahun buat Chandra untuk menjadikan mereka jawara nasional dan 4 tahun juara Asia.

“Tahun 1995 Risa sudah menjadi juara nasional. Bahkan, Ferry di tahun itu sudah jadi juara dunia junior World Cup,” kata mantan pembalap MTB yang masuk elite kategori British Series Racing itu.

Karena anak didiknya memberikan titik terang di dunia balap sepeda MTB. Maka Chandra memutuskan pensiun di tahun 1994. Padahal saat itu peringkatnya di Union Cycliste Internationale (UCI) world racing kelas downhill adalah 30. “Peringkat itu adalah pencapaian terbaik pembalap Asia di kelas downhill,” ujarnya.

Selepas pensiun, selain membina anak didiknya, Chandra juga dipercaya menduduki posisi pelatih nasional tahun 1995 sampai 2006. Kepercayaan ISSI itu dijawab Chandra dengan prestasi. Atlit nasional yang notabene adalah anak didiknya di Charmdevo, banyak mendapatkan emas di event Sea Games maupun Asian Games. Terakhir, Chandra berhasil membawa pulang medali perunggu Asian Games 2002 di Busan, atas nama Risa Suseanty.

Yang menariknya, sebelum ke Busan, Chandra dan Risa terlebih dahulu kena cekal oleh Komite Nasional Indonesia (KONI) Pusat. Alasannya, karena mereka menolak melakukan pelatihan nasional (pelatnas) di dalam negeri. “Saya melatih Risa di Australia, karena itu bagus buat Risa,” kata mantan pembalap Gary Fisher Asia itu. “Banyak kejuaraan diadakan disana, sehingga baik juga buat mentalnya,” tambahnya.

Kasus serupa juga dialaminya sekarang. Namun, kali ini menimpa anak didiknya, Bandi Sugito. Permasalahannya pun sama, Bandi tidak mau memasuki pelatnas di Malang. Menurut mantan pembalap MTB peringkat 20 di Inggris itu, latihan di Malang sama saja dengan di Bandung. Bandi sendiri merasa nyaman berlatih di Bandung. “Kalau atlitnya tidak nyaman buat apa,” ungkapnya. Akibatnya, Bandi dikeluarkan dari timnas Sea Games ke-XXIV di Nakhon Ratchasima, Thailand, Desember nanti.

Tidak memasuki pelatnas Sea Games, belum menutup pintu bagi Bandi untuk membela merah putih. Kerena bisa jadi nasibnya sama dengan Risa. “Biar KONI yang melihat sendiri prestasi Bandi. Dia akan mengikuti beberapa kejuaraan di Asia Tenggara,” ungkap Head Commision MTB Jawa Barat. “Risa dulu seperti itu sebelum berangkat ke Busan. Sampai akhirnya, KONI melihat sendiri prestasi Risa,” tambahnya.

Bila dikatakan pembakang, Chandra dengan keras menolaknya. Menurut dia, sikapnya itu didasari beberapa alasan yang logis. Dirinya tahu banyak tentang olahraga sepeda gunung dan tahu dengan karakter atlitnya. “Lebih baik saya tunjukan dengan prestasi,” katanya.(Foto: Charmdevo.com)

No comments: