Wednesday, September 24, 2008

Panggil Dia Vania


Tanyakan kepada sebagian suami yang baru menikah, apa sebuah harta dan kebahagian yang tidak ternilai harganya? Jawabannya pasti dikaruniai seorang anak. Beberapa teman mengatakan itu. Saya pun menyetujuinya, setelah benar-benar merasakan memiliki buah hati. Sulit melupakan momen bahagia itu. Duduk di luar menunggu kelahiran istri sambil berdoa, mondar-mandir di luar ruangan operasi, terharu, dan tersenyum senang ketika melihat anak kita menghirup udara luar.

Peristiwa itu terjadi Jumat, 19 September 2008, di Rumah Bersalin Berkat Ibu, Kemayoran, Jakarta Pusat. Pukul 9.52, saya melihat anak pertama saya. Kulitnya bersih, rambut lebat, dan pelototan matanya. Sebentar saya mengambil air wudhu, dan kemudian menggendong, lantas mengumandangkan adzan di telinganya.

Berat badan anak saya 3,8 kilogram, tergolong besar menurut dokter. Panjangnya 50 sentimeter.

Di ruang perawatan bayi berukuran 3 x 8 meter, tidak bosan-bosan saya memandangi wajahnya. Kamera terus mengarah ke putri pertama saya itu. Terkadang ia menjulurkan lidahnya, mulutnya mencuap-cuap, dan sesekali menguap.

Sebelah ruang perawatan bayi, ruang operasi dengan pintu kaca tertutup rapat, istri belum keluar ruangan. Bahagia melihat anak, tapi sedikit cemas menunggu kabar tentang keadaan istri usai operasi caesar.

Sekitar 20 menit-an istri keluar sambil terbaring lemas di tempat tidur dorong. Dokter mengatakan, istri baik-baik saja. Alhamdulillah. Lega rasanya mendengar berita dari dokter itu. Tidak lupa, saya pun sujud syukur mengucapkan beribu terima kasih atas rizki dan karunia Allah SWT.

Diberikan seorang putri yang sehat, istri yang soleha, sudah pasti jadi idaman setiap lelaki muslim. Alhamdulillah saya mendapatkan keduanya. Jangan lupa panggil anak saya, Vania. Kependekan Evania Ramadhani.

No comments: