Thursday, June 5, 2008

Absalon Tetap Teratas


Menyebut siapa pemegang tahta tertinggi cross country, banyak pecinta sepeda menjawab Julien Absalon. Ambisinya mempertahankan emas olimpiade hingga 2012.

Membicarakan sosok Julien Absalon, akan lebih menarik bila melihat segi prestasi dan impiannya. Dari kedua tema itu, banyak sesuatu yang mengundang decak kagum dari lelaki kelahiran 16 Agustus 1980 itu. Segi prestasi, tidak perlu menilik jauh ke belakang. Paling hangat dan baru adalah keberhasilannya menjuarai tiga seri World Cup Cross Country 2008. Di tiga seri itu, Absalon begitu digdaya. Ia berharap, kedigdayaannya ini bakal menular di Olimpiade Beijing dan Kejuaraan Dunia di Italia nanti.

Cerita kedigdayaan penunggang sepeda Orbea Alma di tahun ini dimulai dari seri pertama di Houffalize, Belgia. Di kota seluas 166.58 kilometer persegi itu Absalon juara. Ia mempecundangi musuh bebuyutnya asal Spanyol, Jose Hermida Ramos dan pembalap Swiss, Christoph Sauser.

Kesuksesan episode pertama berlanjut ke episode-episode berikutnya. Ia mengantongi gelar juara di seri kedua di Offenburg, Jerman dan seri ketiga di Madrid, Spanyol. Tiga seri awal ia lahap habis. Ketangguhan di medan cross country seakan tiada tanding lagi. Padahal seri World Cup bukan prioritas utama yang harus diraih musim ini. “Saya memiliki rencana untuk mencapai puncak tahun ini di olimpiade dan kejuaraan dunia,” ujarnya.

Olimpiade Beijing di China dan World Championships di Italia target utamanya. Ia berkeinginan mengantongi medali emas di dua event besar itu. Sebagai favorit juara, ia mengaku bakal sulit memburu dua gelar itu. “Ramos (Hermida) lebih fokus di World Championships. Sedangkan pembalap Swiss akan menjadi pesaing berat di olimpiade,” ujarnya.

Mendapati emas di dua event besar dalam karir sepeda gunungnya bukanlah yang pertama. Absalon pernah merasakan dua gelar prestisius di cabang balap sepeda gunung cross country itu. Ia mengalungi medali emas Olimpiade Athena tahun 2004. Itu tambahan satu emas yang membawa Perancis menduduki peringkat 7 dunia saat itu. Di pentas dunia, dalam World Championship, ia adalah pemegang rekor terbanyak juara. Catatan buku induk balap sepeda dunia (UCI) menulis nama Absalon sebanyak empat kali. Ia juara dunia tahun 2004 di Perancis, 2005 di Italia, 2006 di Selandia Baru dan 2007 di Skotlandia.

Daftar juaranya makin lengkap kalau menilik kompetisi lain. Ia meraih poin terbanyak di World Cup Series 2003 dan berhak juara dengan menyisihkan Christoph Sauser asal Swiss. Tiga tahun kemudian, tepatnya 2006 ia mengulangi lagi. Sama dengan yang dulu ia juara setelah mengalahkan Sauser. Gelar ini ia pertahankan tahun berikutnya.

Kalau mau dijejali list juara di kompetisi rendah yang pernah diraih penyuka musik rap ini teramat banyak. Singkat saja, ia empat tahun berturut-turut juara nasional Perancis. Juara dua Eropa 2005, juara satu di Val di Sole Cup, MTB Alpago, GP Provinicia di Lucca tahun 2005. Semua pencapaiannya itu menobatkannya sebagai pembalap XC peringkat pertama dunia.

Dari rangking dunia yang dikeluarkan UCI baru-baru ini, Absalon tetap dengan kursi kerajaannya. Ia berada di posisi teratas “kerajaan” cross country. Mungkin singgasananya itu tidak bakal tergeser selama dua musim lomba. Bisa saja ia lengser, namun itu banyak syaratnya. Itu juga kalau Sauser yang bercokol di bawahnya selalu juara dan Absalon tidak merebut poin sama sekali. Namun hal itu kelihatannya bakal sukar terjadi. Selisih poin 803 antara Absalon dan Sauser di kategorikan jauh. Terlebih disaat Absalon sedang dalam masa keemasan.

Absalon memang dalam top condition tahun ini. Hampir setiap kejuaraan yang kerap diikuti berbuah juara. Enam kejuaraan yang disambangi termasuk World Cup Series berhasil dijuarai. Sisa tiga kejuaraan itu adalah: Gran Prix Massi Spanyol, Coupe de France VTT Subaru Parancis dan Roc Laissagais.

Kesusksesan di atas tanah liat turut membawa warga Saint Ame Perancis ini ditasbih banyak penghargaan bergengsi. Dua buah media terkemuka mengenai kereta angin, Velo News dan Cyclingnews, menobatkannya sebagai the best rider. Ia memperoleh Velo d’Or award tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007. Sedangkan Cyclingnews membapstis Absalon sebagai pembalap sepeda gunung terbaik tahun 2004, 2006 dan 2007.

“Saya gembira atas gelar itu (Velo d’Or Award 2004). Ini menandakan sepeda gunung sama populernya dengan sepeda road dan tentunya sepakbola,” ujarnya saat itu. “Saya akan terus berusaha mengangkat olahraga ini sepopuler road.”

Absalon bangga mengambil profesi atlet sepeda gunung. Ia tidak malu kalau sepeda gunung itu kalah prestisius ketimbang sepeda road. Bahkan beberapa wartawan sempet mengomentari penghargaan yang ia raih saat itu. Beberapa wartawan mengatakan kalau ia bisa mendapat lebih jika berada di jalur sepeda road.

“Ketika itu saya berujar tidak. Saya bilang saya adalah seorang mountain biker. Saya mau mengangkat olahraga ini. Suatu saat sepeda gunung pasti akan menjadi lebih terkenal,” ujarnya.

Olahraga sepeda gunung begitu ia cintai. Padahal olahraga off road ini bukanlah olahraga favorit pertamanya sewaktu kecil. Olahraga ini digeluti Absalon setelah “bosan” dengan judo dan ski. “Kedua olahraga itu telah membantu saya menyesuaikan diri dengan sepeda gunung,” ujarnya.

Kedua olahraga itu membantu Absalon memahami teknik dasar permainan sepeda gunung. Bagaimana ia tahu cara jatuh yang baik. Bagaimana caranya menjaga keseimbangan. Dan bagaimana caranya merubah arah. Setelah sponsornya tidak lagi mengizinkannya mengikuti ski, ia beralih ke sepeda gunung.

Absalon memulainya usia 14 tahun. Usia yang menurutnya telat untuk mengawali suatu olahraga baru. Kompetisi pertamanya menempatkan dirinya di peringkat tujuh. Berikutnya, di setiap kejuaraan, ia sering menduduki lima besar. “Kemenangan pertama saya terjadi tahun 1997. Saya menang di tingkat junior,” ujarnya. “Setelah itu hidup saya (sepeda gunung) berlangsung cepat.”

Kehidupan Absalon berlangsung cepat bak arus deras. Kilauan emas dirinya terjadi tahun 2003, kala ia mengagetkan dunia dengan menyabet gelar World Cup dalam usia 23 tahun. Setiap kejuaraan, usai tahun itu, kerap ia menangi. Absalon terlalu mendominasi kelas elite men cross country dunia. Baginya, emas olimpiade Beijing bukan puncak karirnya. Masih ada olimpiade London 2012 yang juga ingin ia gapai. “Saya akan berusia 32 tahun di sana (London),” ujarnya.

No comments: