Setelah sukses dengan pergelaran Urban DH pertama di Indonesia, event ini rencananya akan rutin diadakan tiap tahunnya.
Saat sebuah iklan kejuaraan sepeda gunung GWK XC Challenge 2008 muncul di banner situs sepeda terkemuka di Indonesia, Sepedaku.com, web ini kontan kebanjiran pertanyaan pengunjung. Entah itu pertanyaan seputar trek, hadiah, kelas yang dilombakan, atau foto tempat yang bakal dipakai lomba. Namun, menurut saya, daya tarik lain yang menyebabkan pegakses situs itu mau singgah ke halaman iklan itu adalah nomor lain yang dilombakan.Yaitu, Urban Downhill (DH).
Pihak panitia, dalam hal ini komunitas sepeda gunung Bali, Hillanders, mencoba menjadi pencetus lomba Urban Downhill (DH) pertama di
Urban DH dimainkan di dalam area Taman Kebudayaan Garuda Wisnu Kencana (GWK), di Bukit Jimbaran,
Rintangan yang tersaji dalam trek meliputi: turunan melewati tiga tangga, tiga tikungan menggunakan wallride, jalur datar yang dilengkapi jump box untuk melompat, berm dari batu kapur, cornering flat, table top dan drop off. Permukaan trek adalah paduan jalan aspal (batu konblok) dan tanah bercampur batu kapur. Komposisinya 70 persen batu konblok, 30 persennya tanah.
Dalam lomba yang berlangsung 26 April 2008, waktu tercepat permainan Urban DH dipegang Popo Ariyo Sejati. Atlet nasional ini membukukan waktu 1 menit 1,115 detik. Tempat kedua diraih rekan setimnya (Kencana Bike Malang), Sugianto “Hoho” Setyawan dengan margin 1 detik.
Namun, catatan waktu tercepat itu terjadi di kelas Open. Ini kelas eksebisi yang “mengadu” jawara DH Indonesia, atau sering disebut kelas Men Elite. “Sebelumnya kelas ini tidak ada dalam rencana kami. Namun karena kami kedatangan atlet sekelas Popo, maka kami adakan. Ini pun untuk memeriahkan saja,” ujar Ibunk, yang bersama rekan-rekan Hillander “amplopan” untuk memberi suatu bentuk penghargaan ke Popo.
Kelas Master terbagi jadi tiga kategori. Peserta berusia 35 tahun ke bawah masuk Master A. Peserta usia 36-40 masuk Master B. Sedangkan 41 tahun ke atas turun lomba di Master C. Dari ketiga kelas ini, catatan waktu tercepat antara Master A dan B hampir sama. Namun hebatnya, Master B yang notabene sudah bukan “anak muda” lagi, bisa mengalahkan waktu tercepat di Master A.
Peserta Master B yang tangguh itu adalah Zainul Siswanto. Pelatih Tim Kencana Bike Malang ini begitu cepat kala menuruni tangga dan melahap rintangan buatan. Catatan waktunya 1 menit 08,104 detik. Lebih cepat 0,450 detik dari peserta tercepat di Master A, Panca Melipat dari Elgato Yogyakarta.
Dari kelas Master C, nasib sial menimpa mantan downhiller 30 dunia, Chandra Ariavijaya. Memimpin di seeding run dengan waktu 1 menit 14,126 detik, Chandra harus rela posisi teratasnya direbut Andreas Kuhn (Banshee Team Bali) di final. Pentolan Charmdevo itu hanya mampu menduduki peringkat 5 dengan waktu 1 menit 27,703 detik. “Rantai saya sempat copot. Terus saya coba pasang kembali, tapi lumayan lama waktu yang terbuang,” ujar Chandra yang membela Tim Charmdevo-Oakley-Delmatic Bandung ini.
Aksi peserta Urban DH dalam menuruni tangga menjadi perhatian pengunjung. Wisatawan lokal maupun internasional sempat berhenti sejenak di belakang police line untuk melihat aksi downhiller. Melihat pemandangan seperti ini tentunya membanggakan buat perkembangan DH di
Angin segar pun berhembus. General Manager GWK Cultural Park Angkoso B. Soekadari mendukung pelaksanaan event urban DH ini. Ia mengusulkan agar event ini tetap dilaksanakan di GWK tahun depan. Senada dengan Angkoso, Ketua Harian Koni Bali, I Gusti Bagus Alit Putra juga mengambil sikap mendukung. Ia pun juga memberi usulan agar event Urban DH di Bali ini dapat dikembangkan menjadi program pariwisata di
Hasil Gotong-royong
Proyek pengerjaan lomba bertajuk GWK Peak A Boo XC Challenge dan Urban DH 2008 dikerjakan tanpa event organizer. Semua tenaga berasal dari anggota Hillanders dan volunteer. Mengenai anggaran, masing-masing anggota menyumbang dan ditambah dengan bantuan dari pihak sponsor: PT.Insera (Polygon Cycle) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Mengenai berapa jumlah patungan per anggota tidak perlu saya bahas. Menurut penjabaran Ibunk, semua anggota Hillanders intinya memberi sumbangsih. Dari semua anggota Hillanders menyumbang sesuatu demi kebutuhan lomba.
Kekompakan komunitas Hillanders itu patut ditiru. Mereka mengadakan lomba bukan untuk mencari keuntungan komersil. “Kami bikin event untuk tepo seliro ke rekan-rekan sepeda gunung yang ada di luar
No comments:
Post a Comment