Wednesday, February 13, 2008

Ryan Ariehaan: Jadi Atlet Karena Pinjaman Sepeda

Profil: Ryan Ariehaan Hilman (Road Racer)


Foto: Sumanjaya/ Majalah Cycling

Kiprahnya di dunia balap sepeda bermula dari pinjaman sepeda sang kakak. Dia mengaku hanya modal badan doang.

Olahraga balap lari atau atletik mengisi waktu senggang Ryan Ariehaan (29) semasa menginjak bangku sekolah. Dalam jangka tiga tahun (1992-1994), dirinya terus berkutat di lintasan atletik. Namun, arahan keluarga, terutama dari bapak dan kakaknya, membelokan minat pembalap Le Tua Cycling ini menjadi seorang pelari. Dia pun ikut-ikutan sang kakak, Egi Hariman terjun di balap sepeda.

Menjadi atlet balap sepeda jalan raya bukan impian masa kecilnya. Dia bisa nimbrung di olahraga ini berkat kakak dan pelatih balap sepeda Dodol Garut Cycling Team (DGCT), Ade Ridwan. Kedua sosok ini yang berjasa memberi kesempatan dia untuk ikut berlatih bersama pembalap DGCT. “Kakak dulunya seorang pembalap. Sekarang sudah pensiun,” katanya.

Saat itu, sekitar tahun 1994, sang kakak menderita sakit dan tidak bisa berlatih bersama timnya DGCT. Melihat sepeda yang biasa dipakai kakaknya ngangur, dia pun meminjam untuk ikut “maen” dengan pembalap DGCT. Karena kecepatan sepedanya dinilai kencang oleh pelatih Ade Ridwan, dia pun diajak bergabung. Namun, karena masih sekolah, dan merasa tidak punya perlengkapan bersepeda, ia menolak. Ryan mengakui itu kepada pelatih Ade Ridwan. Peralatan balapan yang tidak ia punya meliputi; celana sepeda, sepatu, sepeda, helm, dan sarung tangan. Sementara untuk jersey tidak masalah, karena pengurus tim memiliki stok.

Mendengar alasan yang dikemukan pembalap kelahiran Garut, 4 Maret 1979 ini, sang pelatih meminjamkan semua peralatan balap sepeda. Setelah mendapatkan itu, ia rutin berlatih. Bapaknya, Hilman, mendukung anaknya itu untuk menggeluti balap sepeda dan meninggalkan kegemarannya terdahulu, balap lari. “Bapak ikut mengarahkan saya di olahraga ini. Lagipula, beliau saat itu duduk di kursi pengurus tim,” ujarnya ditemui di Velodrome Rawamangun.

Bentuk dukungan bapak tidak berupa nasihat dan wejangan. Perlahan-lahan Ryan dibekali “kendaraan tempur” pertamanya. Dalam memori di kepalanya, ia dibelikan sepeda Colnago dengan sistem pembelian pretelan. Maksudnya, secara bertahap bapaknya merakitkan sepeda buat anak ketiganya itu. Setelah jadi, sepeda itu pun langsung digeber di kejuaraan yang diadakan di Jawa Barat.

Pencapaian terbaik pengagum Tonton Susanto ini selama berlomba di tingkat pemula adalah juara di Kejurnas Tanjakan dan Criterium Bandung 1994. Berangsur-angsur hasil bagus itu terus dicapai di beberapa kejuaraan kurun waktu setahun itu. “Seingat saya, saya pernah juara di Soreang dalam event One Day Race,” ucapnya sedikit mengingat.

Turun di kategori senior, Ryan telah menghabiskan banyak keringat di balapan jalan raya. Perlombaan sekelas Tour de Indonesia, Tour de East Java, Tour Jakarta, Pekan Olahraga Nasional, Sea Games, Tour Jabar, Tour ISSI, Jelajah Malaysia, Tour de Langkawi, Pekan Olahraga Provinsi pernah dilakoni pembalap spesialis tanjakan ini. Dari semua itu, setidaknya ia pernah mengecap juara. Di Tour de Indonesia (TdI), ia meraih jersey merah-putih (kategori pembalap Indonesia) tahun 2005. Di Tour ISSI, ia masuk posisi lima besar dan juara satu stage di Madiun 2005. Prestasi terakhir yang mengaharumkan bangsa adalah emas Sea Games 2007 di Thailand.

“Sebelumnya tidak menyangka bakal mendapat emas di Sea Games,” ungkapnya. Saat itu ia memang tidak diunggulkan untuk menambah emas balap sepeda. Di road, nomor yang berlangsung di hari terakhir balap sepeda, Tonton Susanto lebih diunggulkan ketimbang dia. Target emas berada di pundak Tonton waktu itu. Dia hanya ditugaskan menarik Tonton ke tangga juara. Namun, di jalan Nakhon Ratchasima, kenyataan itu berubah 100 persen. Ryan yang sekitar 100 kilometer masih menjalankan instruksi pelatih untuk menarik Tonton, tiba-tiba menyodok ke depan. Tepatnya di 10 kilometer menjelang finish ia berada di posisi terdepan, meninggalkan peletonnya. Hebatnya, mendekati garis akhir, sekejap menoleh ke belakang, pesaingnya tertinggal jauh olehnya. Ia pun menginjak finish dengan perbedaan waktu 1 menit 14 detik dengan peringkat kedua. “Sebelum mencapai finish, sekitar beberapa meter, saya sempat menresletingkan jersey. Maklum mau di foto,” katanya sedikit tertawa. “Jadi harus kelihatan rapi”.

Tak pelak kubu Indonesia pun menari kegirangan melihat Ryan finish seorang diri saat itu. Ini adalah emas pertama yang direbutnya di kejuaraan multievent terbesar se-Asia Tenggara. Tiga kali keikutsertaannya di Sea Games, ia mengaku tim Indonesia selalu merebut emas di nomor road. Tahun 2003 di Vietnam, ia membantu Ferinanto mendulang emas. Dua tahun kemudian di Filipina, ia menarik Sama’i untuk merebut emas.

Seorang pembalap sepeda jalan raya harus bisa berkerjasama dalam tim. Pada posisi Ryan, ia bertugas membantu rekan setimnya ke puncak juara. Apalagi ketika menemui medan tanjakan, ia lah yang menjadi terdepan menolong rekannya. Seperti yang diemban dalam Jelajah Malaysia, awal tahun 2008 ini. Di event itu, ia berhasil membawa rekannya, Tonton dan Anuar Manam juara. Tonton juara klasifikasi umum dan Manam menang di klasifikasi poin.

Mengikuti kejuaraan balap raya, baik itu nasional maupun internasional menimbulkan duka suami dari Ratih Citra Dewi ini. Bagaimana tidak. Kejuaraan yang memakan waktu berhari-hari telah menjauhkan dia dari si buah hati, Rasya Shafa Ariehaan (3 thn). Bahkan pernah dia dianggap tamu oleh putri tunggalnya itu begitu tiba di rumah. Sang anak tidak lagi mengenali dia. “Itu salah satu resiko mengikuti tour. Belum lagi kalau masuk pemusatan latihan, bisa berhari-hari,” katanya. Untungnya sang istri bisa menerima pekerjaan suaminya itu. “Paling tiap akhir bulan biaya bengkak mas untuk komunikasi,” ucap Ratih, kelahiran 20 Agustus 1985.

Pertama mengenal Ryan, Ratih tidak tahu kalau ia adalah seorang pembalap sepeda nasional. Perjumpaannya di sebuah klinik, ketika Ryan sakit, telah memunculkan benih-benih cinta pada pandangan pertama. Tahun 2004, Ryan menikahinya. Sampai sekarang, Ratih terus mendukung profesi yang digeluti suaminya. Ibu yang sedang mengembangkan usaha di bidang makanan ini tidak mematok sampai tahun berapa Ryan berhenti balapan. Selagi dia terus berprestasi, ia akan mendukung dan mendoakannya.

Sampai half season, Juli 2008 nanti, pembalap lulusan D3 Unpad jurusan Pendidkan Ahli Administrasi Perusahaan membela tim asal Malaysia Le Tua Cycling. Setelah itu, ia direncanakan bakal membela tim asal Indonesia. Baginya, selama kaki ini bisa menggenjot mencapai prestasi, dia akan tetap balapan. Semua medali dan tropy yang dimiliki, menurutnya atas doa keluarga besarnya.

Biodata:
Nama Lengkap : Ryan Ariehaan Hilman
Lahir : Garut, 4 Maret 1979
Pendidikan : S1 Gema Widya Bangsa Bandung (Lulus 2004)
D3 Universitas Padjajaran, Jurusan Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan (Lulus 1998)
Divisi : Road dan Trek
Spesialis Road : Climber (Tanjakan)
Orang tua : Hilman (Bapak) dan Heriani (Ibu)
Putra : ke 3 dari 4 bersaudara
Istri : Ratih Citra Dewi (23 thn)
Anak : Rasya Shafa Ariehaan (3 thn)
Pembalap Idola : Tonton Susanto
Tim : Le Tua Cycling (Sampai Half Season-Juli 2008)
Klub : Dodol Garut Picnic CyclingTeam
Prestasi :
Medali Emas Balap Sepeda Road Sea Games 2007 Thailand
Peringkat 12 Jelajah Malaysia 2007
Juara 1 Tour de Indonesia 2005 Kategori Pembalap Nasional (Red-White Jersey)
Juara 2 Tour Jabar 2005 Klasifikasi Umum
Medali Emas Porprov Kerawang 2005 (3 emas; ITT, Road dan 4000 Tim)
Medali Perak PON 2004 Sumatera Selatan – Wakil Jabar
Juara 1 Kejurnas Tanjakan dan Criterium 1994 Bandung (Pemula)


No comments: